Tuhan memberi manusia potensi mengingat. Ia menjadi perangkat hidup sangat penting. Bayangkan jika manusia tidak dilengkapi kemampuan mengingat.

Memang, ingatan harus dilatih dengan menghafal. Jika tidak, potensi itu tak terbangun, yang ada jadi pelupa. Karena itu, jangan 'musuhi' anak jago menghafal. Jangan remehkan, itu sama saja menghina potensi dari Tuhan.

"Ini abad milenial, Kiai. Menghafal tidak penting," kata Si Panjul.

"Terserah elu dah, Njul."

"Yang terpenting itu pemahaman, bukan hafalan."

"Lo buang aje sono ingetan lo!"

"Ya tidak begitu juga kali, Kiai."

"Yang penting kan pemahaman, Panjul!"

Qiqiqiqiqiqiqiq.

Si Panjul mulain keder. Dia pikir pemahaman brojol dengan sendirinya, sama sekali lepas dari ingatan buah menghafal.

"Pagimane pun, mo milenial kek, mo jadul kek, ngapal itu penting."

"Ya terserah Kiai Adung, lah. Kita memang seperti Kutub Utara dan Kutub Selatan. Tidak akan bertemu simpul pemikiran."

Kiai Adung terbetik buat ngejailin Si Panjul lagi. Hitung-hitung mengendurkan syarafnya yang tegang gara-gara orang pada ngomong radikalisme sudah memapar anak PAUD. Mending sekalian saja sudah terpapar sejak Emaknya masih ngidam.

Ditantanglah Si Panjul buat menghafal 10 nama hewan buas  dan menyebutkannya dalam waktu 10 detik. Kiai Adung mencopot batu akik hijau cutting berlian dari jari manisnya yang kelap-kelip jika kena sorot lampu teplok sekalipun.

"Nih, lo ambil cincin gue kalo lo bise!"

Si Panjul tergoda. Mulailah dia mengingat-ingat setelah meminta waktu beberapa menit.

"Pake pemahaman lo, Jul. Masa lo kalah sama Syifa. Syifa aje sanggup."

Si Panjul sewot.
Qiqiqiqiqiqiqiq.

Kiai Adung mengenakan kembali cincinnya. Si Panjul menelan ludah, heran, mengapa sampai tidak bisa menyebutkan 10 hewan buas dalam 10 detik. Macan, Singa, Beruang, Cobra, .... Stag. Waktu 10 detik berlalu.

Si Panjul tidak percaya bahwa kata Kiai Adung, Syifa bisa melakukannya. Si Panjul penasaran.

"Syif, kamu bisa terima tantangan saya?"

"Tantangan ape, Om?" jawab Syifa sambil meletakkan dua cangkir kopi. "Syifa mo kuliah, nih. Ntar telat lagi," imbuh Syifa.

"Menyebutkan 10 nama hewan buas. Waktunya 10 detik."

Si Panjul mengeluarkan dompetnya. Diambil tiga lembar uang seratus ribuan.

"Ini buat kamu jajan bakso kalo kamu berhasil," ucap Si Panjul sambil melirik Kiai Adung. Maksudnya mau menunjukkan dia banyak uang.

"Jangan mao, Syif. Cincin babe harganye sejute kurang due setengah. Mase, tantangannye same, hadiahnye beda harge?"

Qiqiqiqiqiqiqiq.

Si Panjul jaga gengsi. Ditambah lagi empat lembar merah dan selembar biru, jadi genap tujuh setengah.

Syifa tersenyum. Matanya berbinar bakalan bisa nraktir Greges, Empi, Akim, dan gerombolan Geng Kocak yang lain.

"Coba, Syif. Ini, hadiahnya sudah seharga cincin Babe kamu."

"Kagak nyesel, Om?

"Duit Om masih banyak!"

Qiqiqiqiqiqiqiq.

Kiai Adung menyalahkan mesin stop watch. Katanya biar fair.

"Oke! Mulai!" ucap Kiai Adung memberi aba-aba. Dengan cekatan, Syifa langsung menunjukkan kemampuan hafalannya.

"7 Singa tambah 3 macan!" pekik Syifa.

Secepat kilat Syifa menyambar uang sejuta kurang sua ratus lima puluh ribu di atas meja lalu meraup tangan Kiai Adung pamit berangkat kuliah.

"Gile, cuman dua detik, Njul!" ucap Kiai Adung sambil nunjukkin angka stopwatch di muka Si Panjul sambil cekikikan.

Si Panjul bengong. Dibuka pintu dompetnya. Tinggal ceban dan selembar gocengan lecek. Telinganya berdenging-denging dengan irama yang aneh, "tujuh singa tambah tiga macan. Tujuh singa tambah tiga macan."

Wkwkwkwkwkwkwkwk.

Meruyung, 17 Desember 2019.