Jumatan di Masjid Biru

Setiap apa yang terlihat di Barat mengukuhkan bahwa Barat telah berhutang kepada peradaban Arab Islam.
Abad pertengahan memang panggung kejayaan bagi peradaban Islam. Peradaban Islam menjadi kiblat dan rujukan bagi Eropa Kristen dan Yahudi saat itu. Dimulai dari Baghdad sampai ke Spanyol, Islam mewariskan kekayaan budaya bernilai tinggi yang diadopsi dunia dalam bidang ilmu pengetahuan, seni budaya dan arsitektur, serta sistem sosialnya yang egaliter. Para ilmuan muslim mewariskan literasi kedokteran, matematika, astronomi, filsafat, kimia, optik, botani, sejarah, geografi, disamping ilmu bahasa, tafsir, fiqih, hadits, dan tasawuf yang spesifik mengulas tentang ke-Islaman. Khusus ilmu-ilmu seperti matematika, kedokteran dan lain-lain itu diadopsi peradaban Barat yang mengantarkan mereka bersorak sorai menikmati aufklarung dan renaisans.

Spanyol adalah contoh negara besar di Eropa yang paling banyak menyerap peradaban Islam, baik dalam hubungan politik, sosial, perekonomian, serta hubungan antarnegara. Bagaimana tidak, Islam pernah digdaya di sana yang diwakili oleh Dinasti Umayyah Andalusia yang berkuasa pada kurun 756 sampai dengan 1031 M. Meski akhirnya kekuasaan Islam meredup di Spanyol, namun peradaban Islam telah memengaruhi gerakan-gerakan penting di Eropa. Mulai dari kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaisans) pada abad ke-14 yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16, rasionalisme pada abad ke-17, dan gerakan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18. Tidak heran, ada sejarawan mengatakan bahwa Barat Kristen punya hutang budi pada peradaban Islam. “Setiap apa yang terlihat di Barat mengukuhkan bahwa Barat telah berhutang kepada peradaban Arab Islam,” demikianlah yang dikatakan Max Fantigo yang dinukil DR. Raghib As-Sirjani dalam karyanya "Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia".

Di Venesia, pengaruh Islam sangat kuat pada bangunan dan dekorasi arsitektur. Gereja San Giorgio Maggiore dan Istana Venesia merupakan contoh kecil yang mengadopsi unsur arsitektur Islam di dalamnya. Sulit dipungkiri, bentuk-bentuk lengkung dan jendela pada Istana Venesia terinspirasi dari dunia Islam. Desain dan dekorasi yang mirip arsitektur Mamluk ini ditampilkan untuk mencitrakan Venesia sebagai pusat perdagangan dunia pada masa itu.

Bagaimana ini terjadi? Kemungkinan yang paling logis dikarenakan posisi Venesia yang strategis di Mediterania sebagai kawasan persinggahan barang-barang seni dari Timur. Di sinilah relasi Venesia dan peradaban Islam tersambungkan pada masa pramodern.

Turki Utsmani, imperium yang mencatatkan nama Fâtih Sultan Mehmed Han II dengan tinta emas karena menaklukkan Benteng Konstantinopel, telah menjalin hubungan dengan Eropa dalam bidang politik, budaya, dan perdagangan. Tidak hanya itu, para sejarawan mencatat, Turki Utsmani dan Eropa juga saling memengaruhi dalam bidang arsitektur. Maka, munculnya pengaruh desain arsitektur Mimar Sinan pada Gereja San Giorgio Maggiore di Venesia, bukanlah sesuatu yang aneh. Besar kemungkinan pengaruh itu berawal dari ditugaskannya Marcantonio Barbaro, orang dekat arsitek Andrea Palladio, sebagai duta besar Venesia di Istanbul selama enam tahun. Melalui sang duta besar inilah, Palladio mengenal karya-karya arsitektur Sinan.

Saat Anda di Istanbul, bertanyalah pada orang di sana tentang Mimar Sinan. Bisa jadi orang Turki tidak akan menjawab dengan verbal, melainkan cukup menunjukkan pada Anda karya arsitektur bersejarah yang banyak lahir dari tangannya. Masjid, gedung, sekolah hingga jembatan yang dibangun pada era kejayaan Usmani pada abad ke-16 M itu menjadi saksi bahwa Islam menguasai bidang arsitektur dan sudah memiliki arsitek-arsitek ulung seperti Mimar Sinan.

Mimar Sinan (1489-1588 M), dialah arsitek Muslim Turki paling masyhur pada abad ke-16 M, arsitek terhebat pada periode klasik, arsitek kepala dan insinyur teknik sipil pada kesultanan Usmani mulai dari 1538 hingga 1588 M. Dia mendedikasikan dirinya untuk membangun kota Istanbul di bawah empat era kepemimpinan sultan, yakni: Salim I, Sulaiman I, Salim II, dan Murad III. Kehebatannya sebanding dengan arsitek terkemuka asal Italia mulai dari Brunelleschi hingga Michelangelo. Separuh abad masa hidupnya diabdikan untuk dunia arsitektur Islam. Tak kurang dari 476 struktur arsitektur telah diciptakan Sinan selama masa hidupnya. Sinan lah yang bertanggung jawab untuk membangun dan mengawasi setiap pembangunan di Kesultanan Utsmani. Masjid Salim di Edirne serta Masjid Sulaiman di Istanbul merupakan masterpiece sang arsitek ulung. 

Sinan juga banyak mendidik dan membina arsitek Turki terkemuka, salah satunya Sedefhar Mehmet Aga, arsitek Masjid Sultan Ahmet (Bahasa Turki; Sultan Ahmet Camii) atau Blue Mosque. Decak kagum saya saat berada di Blue Mosque waktu itu belum terkoneksi dengan Mimar Sinan dan muridnya Mehmet Agha. Tetapi waktu itu, seakan saya sudah dapat tahu kehebatan mereka dengan hanya melihat dari dekat arsitektur masjid yang dominan berwarna biru itu.

Blue Mosque dibangun pada tahun 1609-1617 M di masa pemerintahan Sultan Ahmet I, cucu Sultan Mehmed II. Karena itu, masjid ini dikenal juga dengan sebutan Masjid Sultan Ahmet. Keseluruhan interior masjid ini bernuansa biru. Dari sinilah nama Blue Mosque disematkan. Menggunakan lebih dari 20.000 keping keramik yang didominasi warna biru dari Iznik, sebuah kota kecil penghasil keramik terbaik di Bursa. Hampir seluruh ruangan yang luasnya 51x 53 m dihiasi dengan keramik Iznik, termasuk pilar dan langit-langit yang tingginya 5 meter.

Kemegahan Blue Mosque lahir dari perpaduan seni arsitektur Byzantium dan arsitektur tradisional Islam mengadopsi Hagia Sophia pada beberapa elemennya. Tak heran, masjid yang terletak di Sultan Ahmet Mahallesi, Atmeydanı Cd. No: 7, 34122 Fatih/Ä°stanbul, Turki ini begitu anggun seanggun Haghia Sophia. Delapan kubah kecil dan satu kubah utama serta enam menara berbentuk pensil, Blue Mosque tampak bak miniatur Hagia Sophia. 

Jendelanya menggunakan kaca patri dari Venesia. Tidak kurang 260 jendela melengkapi keindahan interior Blue Mosque. Di sinilah bertemu hulu arsitektur Mimar Sinan pada Gereja San Giorgio Maggiore di Venesia, dengan jendela kaca patri dari Venesia pada Blue Mosque seperti disinggung di muka. Beberapa foto yang saya ambil dari http://www.tourketurki.com/ pada tulisan ini barangkali bisa mewakili deskripsi keindahan Blue Mosque yang tidak semua bisa saya jangkau. 

Seorang Syaikh menyampaikan tausiyah di atas mimbar dalam Bahasa Turki. Awalnya saya kira, saya sudah terlambat karena khutbah sudah disampaikan. Rupanya itu bukan rangkaian khutbah. Itu semacam tausiyah yang disampaikan seorang syaikh menjelang khatib naik mimbar kira-kira 30 sampai 40 menit. Sepertinya ini semacam tradisi di masjid-masjid di Istanbul pada setiap Jumat. 

Lebih dari itu, bagi saya, Blue Mosque sangat mempesona oleh merdu suara muadzin dan bacaan imam yang membuat betah. Langgam irama dan merdu bacaan imamnya hampir merata pada masjid-masjid di Istanbul yang saya sempat menumpang shalat pada pertengahan Maret enam tahun silam. Rasanya, irama merdu suara muadzin dan imam begitu menyatu berjalin berkelindan dengan interior megah Blue Mosque yang memesona. Konon, seleksi untuk menjadi muadzin dan imam sangat ketat di sini. Itu pula mengapa mudzin dan imam di masjid-masjid di Istanbul adalah orang-orang terbaik dalam bacaan dan kemerduan suaranya.

Soal adzan di Turki ini menarik. Pada 1932, Mustafa Kamâl Atatürk (1881–10 November 1938) menerapkan sekulerisasi adzan. Bapak Turki Modern itu memberangus syari’at Islam dari kehidupan bangsa Turki dengan semangat sekulerisasinya. Adzan diganti dengan bahasa Turki. Allahu Akbar diganti dengan Allaahul Buyuk. Bahkan hampir saja, bacaan shalat pun hendak dibahasaturkikan. Masjid hendak diganti nama menjadi Gereja Islam modern. Setahun kemudian, pada 1933 M, melantunkan adzan dalam bahasa Arab sudah dimasukan dalam kategori sebagai pelanggaran hukum oleh pemerintah sekuler Turki.

Pada 1950, saat Turki dipimpin oleh Adnan Mandaris, denyut nadi Islam mulai menggeliat lagi di Turki. Selama hampir sepuluh tahun berkuasa, pelan-pelan Mandaris berhasil mengembalikan muru’ah adzan ke dalam bahasa Arab, masjid-masjid yang pernah dirobohkan dibangun kembali dan beberapa lembaga tahfizh Qur’an bermunculan. Sampai kemudian terjadi kudeta militer pada 1960, denyut Islam yang tengah menggeliat itu dibuat mati suri. 

Selanjutnya, Mandaris menghadapi tuduhan serius. Ia dituduh berkhianat terhadap ajaran Atatürk, mengancam demokrasi, merusak struktur hukum, statis, menciptakan pemerintahan primitif dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan Mandaris dimasukkan sebagai kejahatan oleh kaum sekuler Turki dan militer yang menjadi palang pintu pengaman sekulerisme di Turki. Nasib Adnan Mandaris dan Ketua Parlemen Bulatuqan dan Menlu Fatin Zaurli berakhir tragis. Mereka semua dihukum mati karena keberpihakannya pada pemerintahan islami Adnan Mandaris.

Catatan kelam sekulerisasi Atatürk itu saya sampaikan pada rombongan setelah shalat Jumat usai sambil menikmati interior Blue Mosque yang mungkin tidak akan pernah saya lihat lagi untuk kali kedua seumur hidup saya. Itu saya lakukan sebagai bagian dari tugas mendampingi tiga belas orang sebagai muthawif Turki sebelum mendadak muthawif di Haramain yang menjadi bagian dari literasi sejarah yang harus saya sampaikan. 

I love Turkey menyatukan kosakata Qurban Bayrami. Di bawah kepemimpin Turki yang pro Islam hari ini, rasa-rasanya, shalat Jum’at di Masjid Sultan Ahmet bisa saja saya ulangi lagi, lagi, dan lagi. Sebab shalat Jumat di sana terasa begitu berarti dengan pergulatan tema khilafah Islam versus sekulerisasi Turki yang kian memudar di tangan Recep Tayyip ErdoÄŸan.

Perpustakaan Madrasah Pembangunan.
Senin, 30 Desember 2019.