Jika Anda berkenan dibaptis, Anda akan menerima mahkota kerajaan Roma.
DI antara semua gereja di Konstantinopel, Hagia Sophia; The Church of Holy Wisdom adalah yang termegah. Karena itu, saya belum ingin buru-buru mengakhiri cerita tentangnya.
Pada catatan terakhir, Hagia Sophia sudah diIslamkan. Dia bukan lagi tempat kidung Natal dilantunkan atau perjamuan misa suci digelar. Gereja tiga tingkat yang dibangun oleh Kaisar Justinian selama lima tahun dan rampung pada 537 M itu telah berganti langgam irama dengan kumandang azan dan reciting the Holy Quran. Saya ingin mundur sedikit lagi semasa dia masih menjadi rumah lukisan Bunda Maria yang sedang menggendong bayi Yesus. Nanti cerita saya lompatkan lagi Hagia sebagai Baitullah.
Hagia Shopia pertama kali dibuka sebagai tempat ibadah dan kebaktian pada 27 Desember 537 M oleh Kaisar Justinian. Saat upacara pembukaan, kaisar memasuki Hagia Shopia layaknya masuk ke dalam Bait Allah. Kaisar berkata," Allah memberi saya kesempatan untuk membuat rumah ibadah untuk menyanyikan pujian haleluya menyusul Temple of Solomon di Yerusalem. O Solomon, Saya telah melampaui Anda," ucap Sang Kaisar seperti dikutip sejarawan Prokopios.
Hagia Sophia lebih mirip istana kekaisaran daripada rumah ibadah. Sebuah masterpiece yang membuat mata terbelalak dan mulut menganga saat menyaksikan kemewahannya. Hampir setiap bagian Interior bertabur emas bertahtakan permata pada banyak dindingnya. Ratusan lukisan mozaik serta karya seni bernilai tinggi menambah kemegahan berkelas mirip surgawi. Hati saya berdesir, bisa jadi Tuhan menahan rasa malu sebab rumahnya sedemikian gemerlap dan hangat bila masih ada kaum miskin papa di Konstantinopel yang kelaparan dan kedinginan pada musim salju sambil duduk memeluk lutut di pelatarannya.
Kami tidak tahu apakah kami berada di surga ataukah dunia. Karena tidak ada keindahan semacam ini di dunia dan kami kehilangan kata untuk menggambarkannya. Kami hanya mengetahui bahwa Tuhan berjalan di sini bersama kami.
Demikian penuturan seorang turis dari Rusia ketika ia mengunjungi Hagia Sophia.
Sampai abad ke-16, tidak satupun bangunan yang dapat menandingi luas dan tinggi kubah Hagia Sophia. Tak heran, meski sempat jatuh dan runtuh pada bagian-bagian konstruksinya sebab diterjang gempa, Hagia Sophia tetap bertahan sebagai gereja tidak kurang dari 916 tahun lamanya.
Saat Konstantinopel jatuh dan Hagia Sophia berganti tuan, Eropa geger. Yang menggelikan, Kristen Roma di Barat tak terpanggil sedikit pun buat menyelamatkan kota itu membantu kaisar Constantine meski sang kaisar membujuknya berkali-kali. Anda tahu mengapa? Itu karena Kristen Romawi Barat dan Kristen Romawi Timur seperti minyak dengan air kalau tidak ingin dikatakan bermusuhan. Tentu, penduduk Kristen Timur Konstantinopel tidak mungkin mengubur tragedi penjarahan pada tahun 1204 M. Ya, Konstantinopel dijarah pasukan Salib dari Romawi Barat. Hippodrome dihancurkan dan mengangkut harta kekayaan milik penduduk dalam aksi penjarahan itu. Bayangkan! Orang Kristen dari Romawi Barat datang dengan menghunus pedang menjarah harta benda orang Kristen Romawi Timur padahal mereka sama-sama mengenakan kalung salib. Sesungguhnya, saat Constantine meminta bantuan pada Kristen Romawi Barat buat menghadapi pengepungan Turki Ustmani, itu sudah menimbulkan silang sengketa di meja perundingan sesama para pembesar Romawi Timur.
Meskipun demikian, saat berita kejatuhan Konstantinopel berembus dengan cepat ke daratan Eropa yang lain, Kristen Romawi Barat berduka. Berita kejatuhan yang menyayat itu tidak hanya didengar di kastil-kastil kerajaan, tetapi jadi perbincangan di persimpangan jalan, pasar, dan penginapan-penginapan. Dengan cepat berita kejatuhan itu tersiar hingga ke sudut paling jauh Eropa dan didengar oleh orang yang paling tertinggal sekalipun.
Tak pelak, kejatuhan itu diratapi Yunani, Italia, Jerman, Perancis, Spanyol, Portugal, negara-negara Balkan, Serbia, Hungaria, Polandia, Denmark dan seluruh negeri Eropa lainnya. Eropa seperti tengah bermimpi, tapi kemudian terbangun dan sadar bahwa Utsmaniyah memang bukan tandingan mereka saat itu. Kaisar Jerman; Frederick III, menangis tersedu. Kala berita kejatuhan Konstantinopel itu sampai kepadanya, dia mengaku:
Tanganku gemetar, bahkan saat menulis jiwaku ketakutan.
Christian I, raja Denmark dan Norwegia begitu emosinya sampai menyebut putra Sultan Bayazid I itu sebagai binatang buas yang akan keluar di hari kiamat. Sementara orang-orang Venesia menangis, meratap, meninju dada, menjambak rambut, dan menyakari muka.
Hati para pembesar Eropa semakin menciut manakala putera Bayazid itu memasuki Konstantinopel sambil berujar:
Aku bersyukur kepada Allah yang telah memberikan kemenangan ini. Aku tetap berdoa agar Dia memberiku umur panjang untuk mengepung dan menaklukkan Roma Lama seperti dia memberiku kesempatan memiliki Roma Baru.
Eropa tak bisa tidur tiap kali mengingat janji Fetih Sultan Mehmet itu hingga mereka mengalami krisis kepercayaan diri menyaksikan keperkasaan Sang Penakluk. Di mata mereka, Fetih laksana lonceng kematian yang siap mencabik-cabik wilayah dan mencaplok kekuasaan mereka sampai tak tersisa barang sejengkal.
Krisis yang dialami para pembesar Eropa memaksa Paus turut campur. Jauh di lubuk hati, Paus juga ketakutan jika akhirnya Fetih benar-benar berhasil menggenapkan nubuwwat tantang penaklukkan Qonstanthiiniyyah dan Ruumiyyah. Paus Pius II sampai perlu mengirim surat bujuk rayu supaya Fetih masuk Kristen pada 1459. “Jika Anda berkenan dibaptis, Anda akan menerima mahkota kerajaan Roma,” demikian Paus Pius II berharap Fetih menyambut seruannya dengan suka rela atau dengan terpaksa. Fetih Sang Penakluk mengirim surat balasan yang sebanding. Fetih menawarkan akan menjadikan Paus Pius II sebagai Mufti Kesultanan Utsmani jika saja Paus bersedia masuk Islam.
Ketakutan Paus Pius II dan para pembesar Eropa memang sangat beralasan. Setelah Konstantinopel berhasil ditaklukkan, selangkah lagi Roma, Vatikan dikuasai Fetih. Setahun setelah Fetih membangun kembali Konstantinopel, jalan menuju penaklukkan Roma Lama sudah dimulai. Jalan terbentang, terbuka lebar saat sebagian besar wilayah Serbia hingga tepi sungai Danube yang berbatasan langsung dengan Hongaria ditaklukkan. Jika saja John Hunyad tidak berhasil menahan pasukan Fetih saat akan merebut Belgrade di tahun 1456, jalan Fetih makin mulus merebut Vatikan.
Koloni-koloni Genoa dan Yunani satu per satu menyusul ditaklukan pada rentang 1457 hingga 1460. Demikian pula Sinop, Trebizond, dan Kaffa serta seluruh wilayah utara Laut Hitam takluk di tangan pasukan Islam. Pada 1461, giliran dataran Asia ditaklukkan karena pemberontakan penguasa Trebinoz. Pada 1462, tentara Utsmaniyah menyerbu Wallachia. Pada 1963 berhasil merebut Bosnia disusul Morea pun dikuasai. Jalan menuju Roma kian dekat. Wilayah Eropa sebelah Barat sudah dibebaskan, menyusul Karaman yang juga takluk pada 1468. Genaplah kekuasaan Utsmani di wilayah Asia. Pada 1474 giliran Albania dikuasai setelah kematian Skanderberg. Moldovia pun ditaklukkan pada tahun 1475.
Pergerakan Fetih dan tentara terbaiknya makin tak terbendung. Roma semakin di ujung tanduk ketika di tahun 1479 tentara Fetih memasuki perbatasan Italia di sebelah utara Venesia. Friuli dan Isonzo takluk. Pasukan muslim dengan lantang berteriak, “Roma...! Roma...!” Hasilnya, Otronto ditaklukkan tahun 1480 setelah Fetih gagal menaklukkan pulau Rhodes. Pada 1481, ratusan pasukan Islam sudah berhasil mendarat di wilayah Italia dan langsung bergerak menuju Roma. Namun ajal lebih dulu menjemput Fetih sebelum Roma menggenapi keberhasilan penaklukkan Konstantinopel. Tahta Vatikan belum bisa disandingkan dengan Hagia Sophia seperti nubuwwat yang pasti terjadi entah kapan terwujud.
Takdir kematian meminta Fetih untuk beristirahat. Radang sendi yang diderita Fetih memutus langkah jihadnya. Hari itu, 3 Mei 1481 Fetih Sultan Mehmet Sang Penakluk berpulang ke haribaan Allah yang telah memberinya Konstantinopel dan Hagia Sophia.
Semoga lapang kuburmu wahai ksatria Allah Sang Pemburu Nubuwwat. Engkau telah meninggalkan jejak literasi penaklukkan sampai ke bibir kota Roma yang kau rindukan.
Meruyung, Sabtu tengah malam 4 Januari 2020.
0 Comments
Posting Komentar