“Bertemu” Atatürk di Taksim Square
I have no religion, and at times I wish all religions at the bottom of the sea. He is a weak ruler who needs religion to uphold his government; it is as if he would catch his people in a trap.
ALUN-alun Taksim, Taksim Square, dalam bahasa Turki disebut Taksim Meydanı, termasuk kawasan kehidupan malam, belanja, dan makan malam yang sibuk di Turki. Lokasinya di Istanbul, Turki bagian Eropa. Persisnya di Gumussuyu Mahallesi, 34437 Beyoglu/Istanbul, Turki. Ia merupakan stasiun utama jaringan Istanbul Metro. Trem-trem kuno menghiasi jalanan di sepanjang Istiklal Caddesi, jalan khusus pejalan kaki yang dikelilingi dengan bangunan abad ke-19 yang menampung jaringan belanja internasional, bioskop, dan kafe. Trem di Taksim Square merupakan warisan transportasi massal di Istanbul yang beroperasi sejak 17 Januari 1875.
Setiap hari, jutaan manusia berkunjung keluar masuk bar, toko barang antik, dan restoran di puncak gedung dengan pemandangan Selat Bosphorus yang menawan di kawasan ini. Wajarlah, karena Taksim Square merupakan jantung kota Istanbul modern. Kawasan ini mulai dibangun sejak tahun 1800-an.
Taksim Square dikelilingi berbagai landmark. Bangunan yang menjulang tinggi di ujung jalan, itu Atatürk Kültür Merkezi (Pusat Kebudaan Atatürk). Di sebelah alun-alun yang menjadi zona hijau, disebut Taksim Park. Beberapa hotel seperti Ceylan International Hotel, Hyatt Regency, dan Marmara Hotel ada di kawasan ini. Jika Anda ke sini, meeting point yang sering dijadikan patokan jika Anda kehilangan rombongan biasanya Republic Monument, Burger King, atau Kedutaan Perancis. Taksim Square sendiri merupakan meeting point populer dan tempat yang ideal untuk melakukan tur jalan kaki kota Istanbul yang menyenangkan dari Taksim.
Tentu, Atatürk Kültür Merkezi sangat menonjol sebagai salah satu landmark yang menjadi ikon pusat budaya dan gedung opera di Taksim. Gedung ini contoh penting arsitektur Turki dari sejak 1960-an. Pertunjukan teater, Opera dan Ballet, konser Orkestra Simfoni Negara Bagian dan Paduan Suara Istanbul, Modern Folk Music Ensemble, dan Paduan Suara Musik Turki Klasik, serta festival musim panas Seni dan Budaya merupakan pertunjukan yang digelar di sini. Tetapi, seni bukan hak mutlak Atatürk Kültür Merkezi saja. Taksim Square di malam hari adalah panggung pertunjukan para musisi jalanan yang berbakat. Jalanan semakin hidup dengan seni grafiti lokal mempercantik Taksim.
Di Taksim Square ini, saya ‘bertemu’ Mustafa Kemal Atatürk yang punya nama sebenarnya Ali Rıza oğlu Mustafa, orang yang disebut Bapak Turki Modern yang tergila-gila dengan demokrasi Barat Kristen. Dari mulutnya pernah terucap, “No country is free unless it is democratic.” Nanti saya ceritakan ‘pertemuan’ itu sedikit detail. Saya ingin melanjutkan tentang Taksim Square sedikit lagi.
Di atas sudah saya singgung tentang landmark di kawasan ini. Di sini ada Monumen Republik sebagai peringatan Republik Turki yang terbentuk di tahun 1923. Monumen ini menampilkan tokoh revolusioner seperti Atatürk dan İsmet İnönü. Monumen ini terbuat dari perunggu dan batu yang diinisiasi Majelis Nasional Grand Turki. Monumen setinggi 11 meter ini dirancang oleh pematung Italia terkenal; Pietro Canonica. Pietro juga yang merancang Patung Atatürk Izmir yang dibuat pada 1923 di Alsancak Republic Square dan patung Atatürk Ankara yang dibuat pada 1927.
Monumen Republik Taksim bobotnya sekitar 84 ton. Dibangun dari biaya sumbangan warga Turki. Dengan menggunakan kapal, monumen ini diangkut dari Roma ke Istanbul. Yang menarik, ada Mikhail Frunze dan Kliment Voroshilov, dua Jenderal Uni Soviet yang digambarkan di belakang Mustafa Kemal Atatürk pada monumen ini. Dari sini saya tahu, rupanya militer Uni Soviet turut membantu Perang Kemerdekaan Turki yang pecah pada 1919–1923 dan sukses menggulingkan khilafah Turki Utsmani. Atatürk bersekutu dengan Soviet untuk menghabisi khilafah yang amat dia benci.
İstiklal Caddesi, ya İstiklal Caddesi, nama jalan ini tidak bisa dipisahkan dari Taksim. Ia adalah jalanan Istanbul yang selalu ramai sepanjang dari Taksim Square hingga menuju Menara Galata. Bayangkan, sekitar 3 juta orang lalu-lalang setiap harinya di sini. Di İstiklal Caddesi ini pula, nanti, saya bertemu perempuan berusia sekitar 50 tahunan setelah makan malam di restoran Korea. Meski sudah berumur, tapi dia masih cantik. Pertemuan dengan perempuan cantik ini akan saya turunkan pada catatan berikutnya. Kalau Anda tahu, saya masih deg-degan saja jika mengingat pertemuan itu sekarang.
İstiklal Caddesi seperti mall terbuka yang amat besar. Seandainya Anda mampir ke sini, berapapun uang yang Anda bawa tidak akan cukup untuk membayar belanja dan berwisata ke butik, galeri seni, musik dan toko buku, bioskop, teater, kafe, bar, restoran, pub, kedai kopi, patisseries, chocolateries, atau ke perpustakaan dan pusat teknologi yang tersebar di Istiklal setelah puas berbelanja. Bila ingin nonton film, di sini ada Atlas atau Beyoglu, bioskop bersejarah di İstiklal Caddesi. Jika Anda peminat sejarah, Anda bisa berkunjung ke Hazzopulo, Suriye, dan Çiçek. Kalau iseng ngin mencoba masuk ke gereja, heee, di sana ada Gereja St Antoine dan Santa Maria. Lengkap. Di sini juga pengunjung bisa menemukan gedung konsulat, galeri seni inovatif seperti SALT Beyoğlu, ARTER, Mısır Apartments, bangunan dengan arsitektur Neo Klasik dan Art Nouveau abad 19 yang mengagumkan.
Sebutan İstiklal Caddesi (Independence Street) mulai dipopulerkan sejak Republik Turki terbentuk. Dahulu di era Ottoman (Turki Ustmani), jalan ini dinamai Cadde-i Kebir (Grand Avenue) dan sudah menjadi tempat favorit buat jalan-jalan kaum intelektual.
Terus, bagaimana saya ‘bertemu’ Atatürk?
Di Taksim Square ini, saya melihat bendera raksasa bergambar Atatürk, besaaar sekali. Matanya menatap saya tajam dan sinis. Barangkali Atatürk sedang bergumam, “Ngapain itu orang kolot radikal datang ke sini?” Haaaa. Itulah pertemuan saya dengan Atatürk.
Sampai pada 2013 saat saya sempat menikmati Taksim Square dan kehilangan rombongan, pengaruh Atatürk begitu kuat di hati anak-anak muda Turki. Tadinya saya ingin banyak menggali sisi Atatürk dari Hakan, guide asli Turki, tetapi oleh Bayu saya dibisiki, “Hati-hati, Pak. Membicarakan Atatürk termasuk perkara sensitif, apalagi pengaruhnya sangat kuat bagi orang Turki seperti Hakan.” Saya urungkan saja keinginan itu.
Benarlah kata Bayu, secara tidak sengaja Hakan membuka bagaimana sikapnya saat saya candai mengajaknya ikut umrah setelah tour Istanbul berakhir. Hakan tersenyum. Berceritalah dia soal ibunya yang muslim dan sering berdoa di gereja. Lha? Kata Hakan, Tuhan bisa dijumpai di mana saja. Jadi, apa yang salah bila orang muslim berdo’a memohon kepada Tuhan di gereja?
Puyeng, kan?
Tak usah puyeng. Itulah watak sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme yang menganggap semua agama sama, tak ada bedanya. Jangankan cuma status muslim masuk dan berdoa di gereja, menurut ‘keyakinan’ liberal, orang boleh beragama, murtad gonta-ganti agama, bahkan tidak beragama pun, tidak masalah. Yang jadi masalah justru jika orang beragama meyakini bahwa agamanya yang paling benar. Nah, tambah puyeng, kan?
Masih ingat catatan saya (Jumatan di Masjid Biru) yang lewat bahwa Atatürk ingin mengubah masjid dengan sebutan “Gereja Islam Modern?” Ini seperti ada benang merah dengan pengakuan Hakan sendiri. Pantas saja saat shalat Jum’at di Blue Mosque saya tidak menemukan anak muda itu di dalam masjid. Eh, tapi bisa jadi dia terpisah di saf yang jauh dengan saya.
Menjadi jelaslah apa yang dibisikan Bayu pada saya saat saya menunggu rombongan sambil menikmati secangkir coklat hangat sambil sekali-kali menengok lagi gambar raksasa Atatürk di sela mengobrol dengan Hakan dan Bayu. Akhirnya saya percaya, Hakan termasuk penjaga ajaran Atatürk. Dalam bahasa Turki yang diterjemahkan Bayu untuk saya, Hakan sekali lagi mengaku bahwa orang tuanya adalah muslim yang taat, tapi dirinya berbeda dari orang tuanya. Hakan terus terang biasa menenggak minuman keras.
Soal agama dan minuman keras itu, Hakan persis seperti pengakuan Atatürk, ini benang merah yang kedua. Kata Atatürk:
I have no religion, and at times I wish all religions at the bottom of the sea. He is a weak ruler who needs religion to uphold his government; it is as if he would catch his people in a trap.
I have a reputation for drinking a lot. Indeed, I drink quite much. However, I give it up when I wish to do so. I never, ever drink while on duty. The drinking is only for my pleasure. I do not remember neglecting my duties because of drinking even once.
Dan, Hakan ada berkubang pada lingkaran itu. Ini yang mungkin lebih pantas saya katakan bahwa saya bertemu Atatürk di Taksim Square.
Qurban Bayrami semakin jauh menyeret saya pada literasi yang semakin rumit tentang Turki, Atatürk, dan sekulerisme yang amat dibanggakan Atatürk. Bagi Atatürk, Turki hanya akan menjadi negara maju dan modern apabila meniru Barat habis-habisan dengan membuang semua budaya Islam dari hati dan kehidupan orang Turki sampai ke akar-akarnya. Maka tidak heran kalau akhirnya khilafah Turki Utsmani dia tumbangkan dengan bantuan Yahudi dan Uni Soviet.
Perpustakaan Madrasah Pembangunan
Selasa, 7 Januari 2020 pada momen HUT MP ke-46.
---
Gambar pada catatan ini saya ambil dari https://istanbeautiful.com/taksim-square-istanbul/
0 Comments
Posting Komentar