Reuni Kecil. Duduk dari kiri ke kanan: Fatimah, Mulyati, Ratu Ratna Wulan, Rosyidah, Habibah, dan Khusnul Halimah. Berdiri dari kiri ke kanan: Saya (Abdul Mutaqin), Mas Amron Khasani, Mas Haji Rusmono, dan  Kang Jari Jahruddin. (Foto: Dok. Mas Haji Rusmono)


Ini reuni unik. Boleh dikata, mungkin, inilah satu-satunya reuni yang ditutup dengan kuliah tentang manajemen kematian. Narasumbernya Mas Mono, inisiator reuni dan yang merogoh kocek untuk sup gurame, gurame goreng, ayam goreng, dan lalapan penyerta makan siang yang hangat dan bersahaja. Hati saya dag dig dug seperti suara beduk lebaran sejak berangkat dari rumah. Mau bertemu 'alumni' sejak lulus 25 tahun silam, rasanya gimanaaa gitu. Maaaaaaaak!!! 

Ini catatan ringkas saya tentang reuni hari ini. Kamis, 20 Mei 2021, tepat seminggu setelah lebaran.

Pertama, bahagia sekali rasanya. Beneran, kebahagiaan itu nyaris tidak berubah seperti dahulu sejak zaman kuliah. Mas Amron lah yang memantik. Dia yang berhasil membawa alam pikir kami semua kembali ke masa itu, masa-masa masih kurus ceking, ngejar-ngejar makalah, dan ngotot supaya dapat nilai bagus. Dia terlalu vulgar, bahkan untuk menyebut ungkapan yang "secret" kepada salah seorang dari kami. Tentu, itu bukan ditujukan kepada saya, Mas Mono, atau Mas Jari yang dimaksud. Hahahaha. 

Kedua, bahwa persaudaraan itu memang autentik dan penting untuk tetap dipelihara dalam kebersamaan. Buktinya, perjumpaan kami hari ini terasa ada yang hilang, yaitu wajah-wajah yang tidak kami dapati di meja hidangan.  Meskipun tidak semua terjangkau, rasa kangen itu dipuaskan dengan video call  beberapa dari yang tidak hadir. Terobatilah sedikit rasa itu dengen telewicara dan telemeeting. Beneran, meskipun tak bersambung nasab, rasa saudara begitu kental saat pertemuan itu berlangsung.  

Ketiga, haru. Rasanya, ketidakhadiran teman-teman karena perasoalan jarak dan kesibukan masing-masing hingga tidak dapat bergabung mengurangi bahagia itu. Tiap kali sup gurami hendak disuap, terbayang wajah Sahidup, Roid, Yadi, Mukhson, Solkihudin Radio, Teh Yayat, Mbak Hilmi, Mas Tohari, Mbak Fiqoh, Murni, Mas Ansori, Pawit, Muchdi, Solehuddin, Eti Fauziyah, Riyadi Solihin, Sobah, Farida, Ali Eryanto, Marwi, Tony Latifi, Mas Slamet Tohirin, Ahmad Mukti, Nurmilah, RA. Fauzi, Mutmainnah, Murtafiah, siapa lagi saya lupa. Akan tetapi, wajah mereka semua berkelebat seakan tidak rela tidak ikut menikmati sup gurame.

Gurame Goreng Resto Situ Gintung. Kepala Gurame menghadap ke saya. Bisa jadi dia tak suka saya tatap seakan berteriak, "Ape lo!?  (Foto: Dok. Mas Haji Rusmono)

Keempat, pertemuan hari ini bukan sekadar bertemu dan mengobrol tantang hidup dan kehidupan. Tetapi kami disadarkan, bahwa suatu saat, entah siapa yang mendahului, semuanya akan berpulang. Teman kita Sri Sunarsih, sudah mendahului. Semoga lapang kuburnya dan bahagia di sisi-Nya.|

Mas Mono luar biasa. Sudah ratusan kali dia memberi kuliah tentang manajemen kematian. Menginspirasi banyak orang yang ikut kelasnya sampai pada kesadaran bahwa semua kita akan mati, sementara kebanyakan manusia lupa bahwa semua manusia akan kembali. Falsafah tentang keuntungan memandikan jenazah keluarga, meskipun singkat disampaikan, namun pesannya sampai kepada kami semua bahwa itu penting. 

Maka, reuni kecil hari ini jadi berdimensi spiritual, bukan sekadar pertemuan yang profan, nisbi, dan sesaat seperti nikmat yang sesaat hidangan Resto Situ Gintung. Satu waktu, sudah saatnya kita alumni D-2 mengikuti kelas Mas Mono di  "Kuliah Manajemen Kematian" Masjid Raya Pondok Indah.|

"Kang, masih nyukur?" Tanya Mas Jari.

Wkwkwkwkwkw.

Mas Jari memang masih seperti dahulu, lugu. Orang lagi bahagia ketemuan, eh menyingkap profesi masa lalu. Untunglah Kang Yadi orang yang paling easygoing sedunia. Dia menimpali.

"Mao nyukur?"

Qiqiqiqiqiqi.

Itulah obrolan pembuka saat reuni disambung menyambangi rumah Kang Yadi Setiadi. Seperti biasa, Kang Yadi berhasil mengocok perut kami. Ada saja cerita yang dia bawakan saat pertemuan bersambung lagi di rumah Mas Amron.

Dengan Kang Yadi, ada moment yang tidak bisa saya lupakan. Saat itu, Kang Yadi "diusir" Prof. Dr. Salman Harun, Dekan Fakultas Tarbiyah sewaktu kami mengurus administrasi konversi dari D-2 ke S-1. Pasalnya, Kang Yadi pake kaos. Prof. Salman tidak mau menerima mahasiswa yang pake kaos ke kantornya. Maka, saya harus melepas kemeja, tukeran dulu dengan Kang Yadi. Padahal seumur-umur, saya tidak pernah pake kaos saat kuliah.

Suara beduk di hati saya baru reda setelah Mas Amron berkelakar tapi melempar pesan serius. Bahwa kita semua sudah menjadi pribadi yang utuh dalam kebahagiaan yang digenggam masing-masing saat ini. Tentu, saya bahagia berjumpa semuanya hari ini dengan kebahagiaan sebagaimana yang Mas Amron katakan. Semoga Allah melanggengkan kebahagiaan teman-teman semua, baik yang hadir ataupun tidak. Selalu hidup rukun dalam rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
  
Next, semoga niat berkunjung ke Ketanggungan bisa kesampaian. Terus bisa lanjut ke Purbalingga. Semoga.

'Ala kulli haal,
alhamdulillah. Matur suwun sanget Mas Mono telah menjadi wasilah silaturahim hari ini. Semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Aamiin.