PARADISE 2022, Parade Tahfizh & Apresiasi Seni Islam, "Berkarya Melalui Spirit Al-Qur'an". Parade Tahfizh dan dengan besar di atas berkibar di Madrasah Pembangunan, pada Jumat berkah, 17 Juni 2022. Sebuah gelaran campur aduk haru, gembira, dan terkesima.
Alquran Mulia
Dr. Bahrissalim, MA, Direktur MP UIN mengawali sambutan dan membuka acara. Sepemahaman saya, ada tiga pesan meyakinkan Pak Direktur dalam kata sambutannya. Pertama, Alquran adalah kitab sempurna, kitab mulia. Kedua, Siapa pun yang menginginkan kesempurnaan dan kemuliaan hidup, maka mendekatlah kepada Alquran. Dan ketiga, ada tiga tipologi penghafal Alquran.
Dr. Bahris mengingatkan, jangan jadi penghafal Quran, tapi zalim. Dialah penghafal Alquran namun tidak mengamalkan pesan-pesan ayat yang dihafalnya, ini tipologi pertama. Atau menghafal Quran, tapi belum mengamalkan isinya, ini tipologi kedua. Sedangkan kesempurnaan dan kemuliaan hidup bersama Alquran adalah dengan membaca, menghafal, dan mengamalkan pesan-pesannya, ini tipologi ketiga, tipologi yang paling ideal.
Kesempurnaan dan kemuliaan Alquran sebab ia kitab mulia yang memanusiakan manusia melalui aqidah, ibadah, dan akhlak yang bersumber dari Zat Yang Mahasempurna dan Mahamulia. Aqidah yang selamat, ibadah yang sesuai tuntunan, dan akhlak yang mulia inti pokok ajaran Alquran, jalan keselamatan hidup dunia dan akhirat yang bersifat final. Tidak ada keselamatan kecuali harus mengikuti petunjuk Alquran.
Demikian inti pesan Direktur MP UIN dalam olahan benak saya yang terbatas. Pesan beliau ditutup dengan motivasi, "Kalau kita tidak bisa menghafal Alquran, maka kita mendorong anak anak kita untuk menghafal Alquran."
Parade tahfizh, tak pelak menyentuh qalbu, bukan saja qalbu para wali peserta didik yang sudah memegang janji mahkota Alquran di pelupuk mata, tapi bagi saya yang sekadar hadir juga terharu sampai air mata menitik dan tenggorokan tercekat. Padahal saya bukan siapa-siapanya para penghafal Alquran itu.|
Ada Rumi
PADA sesi pentas seni, hadroh cukup memukau. Hanya dengan tiga pemain pemukul rebana dan dua solis, gema rancak rebananya sangat memikat. Kualitas suara solisnya juga mumpuni. Adem. Sebab mereka grup hadroh tamu, semoga menjadi pemicu MP UIN punya hadroh sekelas mereka.
Ada sisipan acara cukup berani. Kepala Laboratorium, penanggung jawab PARADISE 2022 menghadirkan tarian 'Jalaluddin Rumi'. Tiga penari Tari Sema (Whirling Dervish), meliuk berputar seperti gasing. Baju gamis lebar yang mereka kenakan mengembang seperti jamur bergelombang mengikuti irama putaran.
Sema merupakan tarian kreasi Maulana Jalaluddin Rumi, dulu, pada abad ke-13 di Anatolia, Turki. Sewaktu berkesempatan berkunjung ke Istanbul sembilan tahun lalu, tak sempat saya menyaksikannya di sana. Meskipun tidak utuh, Sema malah meliuk di pelataran Madrasah Pembangunan. Di Turki tak bertemu, di ujung periuk nasi malah berjumpa.
Memang, bila ingin utuh menyaksikan dan menangkap ‘ruh’ Sema, Anda mesti terbang ke Turki. Saya yang awam, Sema hanyalah putaran. Sebatas itu saja, tidak lebih. Akan tetapi bagi Rumi dan murid-muridnya, Sema adalah meditasi untuk mencapai kesempurnaan iman, menghapus nafsu ego dalam penghayatan mereka para darwis.
Sebenarnya, ada empat bagian Sema ditarikan memutar. Naat dan taksim merupakan bagian pertama, berisi puji-puijan kepada Rasulullah SAW. Setalah naat dan taksim, irama flute mengalun mengiringi para penari sebagai simbol keterpisahan antara manusia dengan Tuhan.
Bagian kedua devr i veled , di mana para penari saling membungkuk satu sama lain sebagai bentuk pengakuan atas ruh yang sudah ditiupkan. Setelah itu, para penari mulai berlutut dan melepas jubah luar yang berwarna hitam.
Bagian ketiga dan terakhir, para penari mulai memberi salam lalu berputar mewakili bulan. Para penari berputar di luar syeikh atau pemimpin tarian yang mewakili matahari di mana posisi syeikh atau pemimpin tarian berada di tengah para penari.
Para penari pun mulai berputar bertumpu pada kaki sebelah kiri menyelaraskan raga dengan iringan musik. Telapak tangan kanan para penari menghadap ke atas sebagai simbol dari surga. Sedangkan tangan kiri menghadap ke bawah sebagai simbol dari tanah.
Bagi para sufi aliran Rumi, Sema menggambarkan pengenalan seseorang terhadap Tuhan, pengakuan akan keberadaan Tuhan, serta kebersatuan dengan ciptaan-Nya. Selain itu, Sema juga menggambarkan penyerahan diri dan perdamaian hati karena kesatuan Ilahi. Saat prosesi Sema selesai, seorang syeikh atau pemimpin tarian akan menutup dengan taksim membaca Alquran dan melantunkan doa.
Bukan hanya gerakan putaran tariannya saja, pakaian yang dikenakan oleh para penari Sema sarat akan makna atau simbol. Para penari Sema di Turki memakai baju putih yang dibalut dengan jubah berwarna hitam. Kain putih dan hitam adalah simbol kain kafan dan alam kubur. Simbol tersebut mempunyai makna agar manusia senantiasa mengingat kematian. Sedangkan Sikke, topi berpostur tinggi penutup kepala para penari Sema bermakna sebagai batu nisan. Tentu, kematian, alam kubur, dan batu nisan merupakan hal yang sangat dekat dengan manusia. Begitulah kira-kira ringkas filosofi Sema yang menawan itu.|
SEMOGA pesan Alquran selalu menghidupkan qalbu. Saya menaruh hormat kepada para ustaz dan ustazah yang berhasil mengantarkan peserta didik menghafal Alquran. Semoga keberkahannya sampai juga kepada saya walau hanya berdiri di atas kavling pecinta para penghafal.
Sedangkan Sema, sebagai jalan mengingat pada kefanaan dunia hanyalah gula-gula yang manisnya sesaat. Sedangkan Alquran sudah sempurna menuntun manusia pada hidup dan mati yang manisnya sepanjang hayat, di sini yang fana' dan di sana yang baqa'.
Selamat untuk para huffazh dan para wali huffazh. Selamat menikmati hidangan Alquran.|
Esai
RUMI DI MADRASAH PEMBANGUNAN
Tari Sema. Foto Credit Abdul Mutaqin
0 Comments
Posting Komentar