Gambar sampul dari "An Introduction to School Finance in Texas", TTARA Research Foundation, by Sheryl Pace, Senior Analyst Texas Taxpayers and Research Association (TTARA)

GURU biasa-biasa saja hanya bisa menceritakan. Guru yang baik mampu menjelaskan. Guru yang unggul mampu menunjukkan. Sementara guru yang hebat bisa memberikan inspirasi.

HARI ini saya dapat cerita dari pengalaman yang mengesankan, cerita menarik saat berjibaku untuk merampungkan sebuah naskah buku. Draft buku ini sebenarnya sudah cukup tebal, sudah 525 halaman bila dikonversi pada halaman layout di InDesign. Akan tetapi, ada bagian cukup detail yang harus saya masukan dalam deskripsi sesuai hasil masukan reviewer.

Narasumber berkisah kali ini seorang ibu rumah tangga. Dalam wawancara ringan melalui WA, saya menangkap ia punya sense of journalists yang terhubung dengan gurunya. Dan ia, sangat bangga dengan gurunya itu.

Cerpen anak karyanya sudah muncul di koran Republika saat ia masih duduk di bangku Madrasah Aliyah. Pernah menjuarai lomba mengarang pada event Hari Anak Nasional yang diselenggarakan Departemen Agama pada 1995. Lagi-lagi, ia mengakui, capaiannya itu masih terhubung dengan gurunya, motivator yang ia kagumi sampai saat ini, guru yang memberikan kepercayaan diri padanya untuk mengikuti lomba dan meraih juara.

Begitu kagumnya ia, ia masih hafal parafrase, sebuah motivasi menulis dari gurunya itu saat masih di Madrasah Aliyah dahulu: Penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Maka baca, baca, dan baca. Jadilah an agent of change melalui tulisan.

Ajib. Kekuatan kata-kata itu memberi pengaruh sangat signifikan terhadap passion menulis yang diminatinya. Karena itu, ia begitu semangat kelak ingin melanjutkan studi mengambil jurusan jurnalistik atas dorongan gurunya itu di saat dia sendiri gamang antara bisa melanjutkan studi atau tidak karena faktor ekonomi.

Akan tetapi, nasib membawanya sampai pula ke perguruan tinggi. Ia dapat tiket masuk jurusan Bahasa Inggris melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat Dan Kemampuan). Sebab tidak ada jurusan jurnalistik di kampusnya saat itu, pilihan pada jurusan Bahasa Inggris pun bukan tanpa alasan. Ia memilih jurusan itu sambil menyimpan harapan tetap bisa jadi jurnalis di koran atau media berbahasa Inggris. Untuk memantapkan keinginan itu, saat kuliah, ia bergabung dengan UKM Didaktika, sebuah lembaga Pers Mahasiswa. 

Sekali lagi, perempuan ini punya guru yang hebat, seperti guru yang dideskripsikan seorang penulis; William Arthur Ward: “Guru biasa-biasa saja hanya bisa menceritakan. Guru yang baik mampu menjelaskan. Guru yang unggul mampu menunjukkan. Sementara guru yang hebat bisa memberikan inspirasi.”|

SAYA memang belum bertemu narasumber ini. Akan tetapi, dari bincang via WA untuk keperluan konten detail naskah yang sedang saya persiapkan, saya bisa merasakan ia ibu yang literat. Bagaimana tidak, ia bisa menularkan budaya literasi membaca dan menulis pada putrinya dengan amat baik.

Sejak semula, ia sudah membiasakan putri kecilnya bergaul dengan buku. Sebelum putrinya bisa membaca, ia rajin membacakan buku-buku cerita dan sering membawanya ke toko buku. Ia mulai berlangganan majalah Bobo saat putrinya sudah bisa membaca cukup lancar. Pada tahap ini, ia lebih sering mengajak putrinya ke toko buku dan mengenalkan perpustakaan umum kota Depok, tempat ia berdomisili. Buku selalu menjadi reward dan birthday gift. Jadi, putrinya sudah 'terpapar' bacaan cerita anak sejak kecil dengan mendekatkan putrinya pada literasi melalui pembiasaan.

Umur 6 tahun, diam-diam putrinya sudah mulai menulis cerita pendek. Banyak juga naskah orat-oretnya, termasuk berupa cerita bergambar seperti komik. Lalu, suatu hari ketika di toko buku, di bagian buku-buku KKPK, sang putri mengutarakan mimpinya untuk punya buku karya sendiri, buku dengan nama dia tertera di kavernya.

Di lain waktu, ia terkejut saat sang putri menunjukkan beberapa naskah karyanya. Padahal selama itu, ia tidak pernah melihat putrinya menulis. Rupanya, sang putri menulis di saat ia sedang sibuk berpeluh-peluh mengerjakan tugas rumah tangga.

Suaminya memberi ide. Ia menyarankan agar naskah-naskah itu dikirim ke penerbit Mizan pada segmen Kecil-Kecil Punya Karya (KKPK). Ayahnya memantik keberanian putri kecilnya: “Kalau Kakak berani kirim naskah-naskah ini ke penerbit, peluangnya adalah 50:50. 50% diterima 50% ditolak. Kalau tidak berani kirim naskah, peluangnya 0.”

Ini keren. Ayah yang juga literat.

Putri mereka seperti tersihir. Ya, seperti dalam sebuah riwayat Imam Bukhari: inna minal bayaani lasihran, bahwa memang sebagian dari penjelasan (kata-kata) itu laksana sihir. Ia menggerakkan, seperti energi penggugah jiwa. Maka, dengan penuh semangat, sang putri mulai belajar mengetik naskah-naskah itu.

Sebagai ibu yang literat, ia pun tergerak untuk melakukan proses pendampingan lanjutan. Ia mulai menyortir. Ia tanyakan pada sang putri, adakah dari cerita-cerita karangan putrinya ditulis dari meniru cerita orang lain? Alur dan ceritanya sama?

Sang putri mengakui, ada beberapa naskah karyanya sebagai hasil meniru, hasil kreativitas mengikuti alur cerita di majalah Bobo dengan mengganti nama tokoh. Luar biasa kejujurannya. Saya tertegun.

Yang membuat saya lebih tertegun adalah langkah perempuan ini. Ia langsung memisahkan dan mencoret naskah itu langsung di hadapan putrinya sambil pelan-pelan menjelaskan tentang plagiarisme dalam bahasa sederhana yang bisa dimengerti anak umur 7 tahun. Ini keren.|

TIGA bulan berlalu. Seolah saya turut merasakan debaran jantung mereka bertiga berirama gaduh saat itu. Menunggu jawaban naskah, memang seperti menunggu jawaban surat cinta yang diharap-harap cemas. Diterima, atau ditolak setipis kulit ari peluangnya. 

Akhirnya, masa evaluasi naskah sepanjang tiga bulan berakhir. Naskah sang putri dinyatakan layak terbit. Bravo!

Hari ini, sang putri sudah mengemas 7 karya solo, 47 buku KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya) Penerbit Mizan, 1 buku antologi komik anak terbitan Pustaka Al Kautsar, dan 1 antologi cerpen terbitan BIP Gramedia. Novel sang putri berjudul Youtuber Cilik menjadi best seller. Dalam kurun 5 bulan, sudah 3 kali cetak ulang, 10.500 eksemplar. Ajiib!

Sang penulis cilik itu tumbuh dalam keluarga literat, dalam asuhan bunda dan ayah yang literat. Adapun sang bunda, narasumber yang hari ini bersedia saya ajak berbincang via WA, begitu mengagumi gurunya sampai sekarang, gurunya yang literat, menginspirasi, yang hari ini bergelut dalam tiga ranah kehidupan; mengajar, berdakwah, dan berpolitik.

Terima kasih, Mbak. Semoga tulisan ini menginspirasi banyak orang yang butuh kiat sederhana namun efektif menjadi seorang ibu yang literat. Mbak juga membawa pesan agar para guru; seperti saya harus belajar menjadi guru yang menginspirasi. Salam literasi.|