Amieru dan Chekhov's Gun, dua karya fiksi ilmiah pertama peserta didik MTs Pembangunan disambut antusias saat peluncuran pada Literacy Day HUT ke-49 Madrasah Pembangunan UIN Jakarta. Tentu, yang paling antusias adalah para penulis. Rona bahagia tampak dari wajah mereka yang berseri-seri.

Demikian pula orang tua yang mendampingi para penulis. Ayah dari salah seorang penulis, bahkan sempat menitip pesan sebelum pulang agar ia dikabari apabila ada even serupa yang digelar Madrasah Pembangunan meskipun putrinya yang menulis Amieru saat ini sudah bukan lagi peserta didik MTs Pembangunan UIN Jakarta. Sebuah pesan apresiatif dari "orang luar" yang amat mengesankan.

Termasuk yang turut bahagia dan merasa even ini amat berharga adalah alumni para penulis novel dan antologi sebelumnya; Lukisan Ellisa, Standing Next to You, The Batavian, Bayang-Bayang Field Trip, Let' Explore Our Talents, Mata Pribumi, Kala Mentari Terbit, Gadget Yang Terlupa, dan Hezbollah. Juga alumni guru penulis Perpustakaan; Melankolia Sepasang Sepatu dan All About MP.

Panitia secara pribadi menerima beberapa pesan WA melalui sekretaris panitia dari orang tua alumni penulis. Isinya sangat mengharukan. Mereka bahagia masih dikenang bahkan diundang secara khusus menghadiri acara peluncuran karya adik kelas mereka. Sebagai ketua penyelenggara, saya pribadi tidak menyangka, undangan yang saya anggap hal biasa, tapi dimaknai sebagai sebuah penghormatan dari Madrasah. Ini penting sebagai bahan refleksi.

Seorang alumni penulis antologi yang lain merasa tidak beruntung karena masih berada di luar negeri dan tengah mempersiapkan Ujian Akhir Semester. Ia merajuk, diundur saja acara peluncuran Amieru dan Chekhov's sampai ia rampung ujian, liburan, dan pulang ke Indonesia. 🤣

Meskipun disampaikan dengan bercanda rajukan itu, tapi emosi kebanggaan bahwa ia masih diingat sebagai peserta didik yang dahulu meninggalkan legacy literasi menulis saat di MTs, masih menyala-nyala. Terima kasih telah menempatkan rasa hormat untuk dirimu sendiri, guys.

Emosi yang menyala itu cukup menghangatkan. Sahibul bait dari MTs saja yang notabene ini merupakan selebrasi peserta didik mereka sendiri boleh saya nilai menganggap dingin, sedingin sayur kemarin pagi acara ini. Begitulah faktanya.

Akan tetapi, siapa yang peduli? Saya pun tidak. Sedingin salju pun sikap itu, bagi saya tak penting. Bodo amat, emang gua pikirin? Begitu kalau dibahasakan ekspresi bodo amatnya orang Depok.

Di balik itu, saya merasakan kerisauan serius dari salah seorang Direktur Yayasan yang hadir. Bahkan, beliau menyatakan dalam testimoninya harus membatalkan hadir pada acara kajian rutin pada agenda lain hanya untuk menghadiri acara literasi ini. 

Bagi panitia, kehadiran dan apa yang beliau sampaikan adalah honor and respect kepada para penulis, narasumber, dan para undangan, bukan kepada panitia. Sekali lagi bukan, sebab gelaran acara ini memang honor and respect seluruhnya untuk para penulis. Amat pantas diterima para penulis yang masih anak-anak dengan kecerdasan linguistik itu di tengah miskinnya karya literasi, baik karya fiksi maupun nonfiksi tulisan guru-guru mereka sendiri.

Jadi, bisa dimaklum saat Direktur melihat banyak kursi kosong dan menanyakan mana perwakilan siswa dan guru MTs dengan wajah sedikit disenyum-senyumkan pada saya. Tapi, apa mau dikata, saya pun tidak bisa menjawab kecuali mengangguk dengan bibir saya senyum-senyumkan pula.

Tapi kemudian saya kaget, acara belum lagi usai, seorang pimpinan menunjukkan WA berbunyi;

"Ini gambaran kegiatan yg penting, mem[n]ghadirkan narasumber penting tp kita tdk bisa menghadirkan peserta yg ms[a]ksimal sehingga banyak kursi kosong....ingat ini nama baik lembaga".

Sebuah ekspresi yang menampar ulu hati.

Selamat kepada para penulis dan salam literasi.