Langsung ke konten utama

Muhammadiyah Dalam Buku Yudian Wahyudi

Buku Gerakan Wahabi Di Indonesia. Sumber gambar : Wira Bachrun dalam https://www.facebook.com/


“Penjual” Wahabi

Yudian Wahyudi banyak dibincangkan lagi sebab kasus jilbab Paskibraka 17 Agustus 2024 kemarin. Tulisan ini bukan untuk mengangkat lagi soal jilbab Paskibraka. Tapi soal lain. 

Rupanya, Yudian Wahyudi sempat jualan Wahabi selain "ngusilin" jilbab, cadar, dan agama yang ditudingnya musuh Pancasila. Jualan Wahabinya ini bisa dibaca pada Bukunya berjudul “Gerakan Wahabi Di Indonesia (Dialog dan Kritik)”.

Memang, dalam buku itu Yudian tidak sendirian. Ini buku keroyokan di mana Yudian berperan sebagai editor dan pemrakarsa penelitian. Kontributornya ada Agus Moh Najib, M.Ag., DR. Hamidah, M.A, Mansur, M.Ag, Khairul Anam, M.SI, Syaifudin Zuhri, M.A, dan Kasinyo Harto.

Sewaktu melamar untuk menjadi dosen di Tuft University Massachuset, Yudian mengaku mempresentasikan karya ilmiah berjudul "The Waves of Wahhabism in Indonesia" di hadapan dewan penguji. Artinya, jualan Wahabi Yudian sampai jauh, sampai ke Amerika, 25. 697 km dari Jakarta untuk jualan Wahabi.

Dalam bukunya “Gerakan Wahabi Di Indonesia (Dialog dan Kritik)” yang terbit pada 2009 ini, Yudian menyebut bahwa gerakan Wahabi di Indonesia diwakili oleh: Sarekat Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, dan Al Irsyad (hlm. 234-235). Sedangkan Muhammadiyah dicapnya sebagai Wahabi karena Muhammadiyah tidak tahlil dan tidak Barzanji (hlm. 84-125).

Tesis dan asumsi Yudian dan Tim-nya menggelikan. Katanya, Wahabisme itu ancaman bagi NKRI. Wahabi “dinyanyikan” seolah-olah ia negara api yang berpotensi menghanguskan negara dan bangsa ini. Berarti, Muhammadiyah ancaman NKRI dong? Alasannya karena Muhammadiyah tidak tahlil dan tidak Barzanji. Sesimpel itu?

Muhammadiyah memang tidak membaca tahlil, dalam arti melakukan ritual “tahlilan” dan "Barzanjenan". Akan tetapi, sejak kapan Muhammadiyah mengancam NKRI? Kok, kesannya tidak tahlilan dan tidak Barzanjenan seolah perbuatan makar?

Pengalaman Haji Fahcrodin dan Haji Syuja’

Dituduh Wahabi, Muhammadiyah sih woles saja. Jauh sebelumnya, Muhammadiyah memang sudah dicap Wahabi. Jadi sudah kebal. Yudian hanya memutar ulang kaset lama saja. Kaset lama itu biasanya pitanya gampang kusut. Bila diputar, suara biduannya "mberekbek".

Pada 1921, Haji Fachrodin mendapat tugas dari Hoofdbestuur (Pengurus Besar) Muhammadiyah untuk menyelidiki kondisi perjalanan jamaah haji dari tanah air. Di Makkah, utusan Muhammadiyah ini dibawa menghadap Syarif Husein, penguasa Makkah saat itu. Buat apa? Buat ditanya-tanya untuk mencocokkan tuduhan bahwa Muhammadiyah adalah Wahabi.

Selama di Makkah ini, tahulah Haji Fachrodin bahwa Muhammadiyah sudah dituduh sebagai gerakan Wahabi dari tanah Jawa oleh kiai-kiai nusantara yang sudah lama mukim di Makkah dan menjadi pembantu Syarif Husein. Dan, sebagai jurnalis, Haji Fachrodin tidak melewatkan pengalaman uniknya ini. Ia merekam perjalanan dan pengalamannya selama di Makkah dalam catatan “Verslag Saja Selama Bepergian ke Mekkah.”

Setahun kemudian pada 1922, giliran Haji Syuja’ mendapati hal yang sama. Selain diutus untuk urusan haji oleh KH Ahmad Dahlan, Haji Syuja’ mengemban misi memberi penjelasan kepada para ulama di tanah suci tentang gerakan Muhammadiyah.

Selama di Makkah, Haji Syuja’ tinggal di rumah KH Muh. Baqir ibnu Noor, keponakan KH Ahmad Dahlan yang telah lama menetap di Makkah. Saat itulah datang KH Abdul Muhid menemui Haji Syuja’ di rumah Kiai Baqir.

KH Abdul Muhid ini kiai kelahiran Sidoarjo, bermazhab Syafi’i, dan telah sepuluh tahun menetap di kampung Syamiyyah. Kiai ini salah satu dari pembantu Syarif Husein. Kedatangannya menemui Haji Syuja’ rupanya bermaksud menyelidik paham keagamaan Muhammadiyah, apakah sejalan dengan paham Wahabi atau tidak. Sebab dalam pandangannya, Muhammadiyah telah keluar dari mazhab yang empat (al-madzahib al-arba’ah).

Sadarlah Haji Syuja’ bahwa KH Abdul Muhid itu bagian dari mata-mata pemerintah Makkah yang sedang menyelisik lagi soal Muhammadiyah. Lalu, Haji Syuja’ menyodorkan Statuten (Anggaran Dasar) Muhammadiyah untuk menjelaskan hakikat Muhammadiyah.

Tuduhan Di Arena Konggres

Pada 31 Oktober hingga 2 November 1922, digelar Konggres Al-Islam Hindia pertama. Konggres diselenggarakan di Cirebon. Bagi Haji Fachrodin, Konggres ini menjadi ajang pembelaannya kepada KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah.

Pada Konggres ini, lagi, Muhammadiyah dituduh sebagai Wahabi. Tuduhan itu datang dari KH Asnawi, salah satu tokoh ulama tradisional yang hadir berdua bersama KH Abdul Wahab Chasbullah mewakili Taswirul Afkar dari Surabaya.

KH Asnawi menuding nama Dahlan sebagai tokoh sesat sebagaimana yang katanya termaktub dalam kitab karangan Kyai Bisri Solo. Selain menuduh pendiri Muhammadiyah sebagai ulama sesat, KH Asnawi juga menuduh Muhammadiyah sebagai gerakan Wahabi yang pada saat itu tengah tumbuh di tanah suci.

Haji Fachrodin yang menjadi utusan Muhammadiyah menyangkal tuduhan-tuduhan itu dengan bukti-bukti yang tidak terbantahkan. Tokoh Muhammadiyah ini menyodorkan kitab karangan Kiai Bisri Solo ke hadapan KH Asnawi, kitab yang disebut KH Asnawi menjadi dasar tuduhan sesat kepada KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah. Dimintalah kiai dari Kudus ini menunjukkan pada bab apa dan halaman berapa tuduhan itu bisa ditemukan dalam kitab itu.

Blas! KH Asnawi tidak dapat menunjukkan bab dan halaman yang menjelaskan kesesatan KH Ahmad Dahlan dan ke-Wahabi-an Muhammadiyah. Selanjutnya, Haji Fachrodin mengambil kesempatan itu untuk menjelaskan kepada peserta vergadering (rapat) bahwa tuduhan yang dialamatkan kepada pendiri Muhammadiyah itu adalah omong kosong belaka.

Saudara kandung Haji Syuja’ ini merekam pembelaannya dalam laporan yang dimuat dengan judul “Verslag Oetoesan ke Cirebon Perloe Mengoendjoengi al-Islam Congres” oleh Soewara Moehammadijah no. 12/Th. ke-3/1922.

Wahabi Dekat dengan Yahudi

Bila Muhammadiyah dituduh Wahabi, Wahabi dituduh sebagai anak kandung Yahudi. Berarti, bila kacamata Yudian Wahyudi dipakai untuk menyelisik genealogi Muhammadiyah, kesimpulannya Muhammadiyah itu cicit Yahudi. Kan, begitu relasinya.

Isenglah jemari ini mengetik keyword “Wahabi Yahudi” di YouTube. Serta merta, video ceramah yang menyebut demikian lumayan banyak. Ya, sudahlah, benar tidaknya itu urusan yang menuduh dan yang dituduh.

E tapi, media memberi tahu bahwa yang menjalin hubungan dengan Yahudi bukan Wahabi. Siapa-siapa yang menyambangi dan menjabat erat tangan Zionis di saat rakyat Palestina dibantai adalah mereka yang kerap membaca tahlil dan Barzanji. Ini yang salah pasti media, ni. Pasti si media!

Rekam Jejak

Simon Wiesenthal Center, LSM internasional yang didirikan untuk melindungi umat dan kepentingan Yahudi di seluruh dunia pernah memberi medali penghargaan kepada Gus Dur, Medal Of ValorHaaretz, media berbasis Israel sempat menggambarkan kehebatan Gus Dur dengan mengatakan, "Teman Israel di Dunia Islam". Gus Dur jelas bukan Wahabi.

Pada 2018, Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya juga pergi ke negeri Zionis bersalaman dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Kedatangan Gus Yahya menurut pengakuannya memenuhi undangan menjadi pembicara di The David Amar Worldwide North Africa Jewish Heritage Center untuk membela kepentingan Palestina.

Kehadiran Gus Yahya ini konon difasilitasi American Jewish Committee (AJC), organisasi advokasi Yahudi tertua, dekan organisasi Yahudi Amerika. Gus Yahya juga jelas bukan Wahabi.

Bulan kemarin Zainul Maarif, Munawir Aziz, Sukron Makmun, Nurul Bahrul Ulum, dan Izza Annafisah Dania kader dari sayap-sayap organisasi Gus Yahya juga berkunjung ke Israel bertemu Presiden Israel Isaac Herzog pada pada 3 Juli kemarin. Keberangkatan mereka, konon juga difasilitasi AJC.

Di saat yang bersamaan kunjungan Zainul dan sedulurnya, Israel masih gencar melancarkan genosida yang membunuhi ribuan penduduk Gaza, Palestina. Jelas, kelima orang ini bukan Wahabi. Pastilah juga rajin tahlil dan membaca Barzanji.

Jadi, kan menggelikan. Sebenarnya, siapa sih yang dekat dengan Yahudi itu?

Musuh Wahabi

Wahabi memang dilabeli banyak stigma. Satu waktu disebut kelompok radikal, lain waktu fundamentalis, berikutnya kelompok garis keras. Intinya sama, Wahabi itu musuh bagi pihak yang tersinggung dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab.

Tidak dipungkiri, salah satu alasan mengapa Wahabi disebut garis keras karena Wahabi “mengganggu” kepentingan pemuja kuburan, pengamal khurafat, pengagum tahayul, dan pelaku bid’ah. Ini salah satu faktor saja. Wahabi memang keras dalam urusan ini.

Lalu, siapa musuh Wahabi sebenarnya? 

Buya HAMKA menyebut, musuh Wahabi ada yang datang dari dalam kalangan Islam sendiri, yakni Kerajaan Turki, Kerajaan Syarif di Makkah, dan Kerajaan Mesir bila dilihat pada kurun awal abad 20. Kok bisa begitu? Ya, bisa saja.

Muhammad bin Sa’ad Asy-Syuwai’ir dalam bukunya "Wahabi Dan Imperialisme" menyebut kolonialisme termasuk musuh Wahabi. Para penjajah memanfaatkan isu Wahabi untuk melemahkan kaum muslimin dengan menanamkan kebencian kepada dakwah tauhid Muhammad bin Abdul Wahhab. Maka, tidak heranlah kita bila Kolonialis Inggris menggulirkan isu Wahabi di India, Perancis menggulirkan isu Wahabi di Afrika Utara, dan Italia mengipaskan tuduhan Wahabi di Libya.

Di Indonesia juga demikian. Belanda menuduh Imam Bonjol yang mengobarkan perang Paderi sebagai kelompok yang beraliran Wahabi. Isu ini digunakan tidak lain untuk membendung pengaruh Wahabi yang mengobarkan jihad melawan imperialisme di masing-masing negeri Islam. Demikian analisis Asy-Syuwai’ir. 

Lalu, yang paling empuk tentu Saudi. Saudi dituding sebagai negeri Wahabi. Sebenarnya ini dendam sejarah, sebab Syarif Husein yang benci Wahabi turun takhta ditumbangkan Ibnu Saud –buyut moyang raja Saudi Arabia yang sekarang– pada 1924. Dakwah Muhammad bin Abdul Wahhab memang diberi ruang gerak oleh Ibnu Saud. Jadilah Saudi ikut-ikutan dibenci banyak orang karena Wahabi, Wahabi itu antek Yahudi, dan seterusnya. 

Akan tetapi, wkwkwkwkwkwk. Giliran ibadah haji atau umrah, orang yang getol mencela dan menyudutkan Wahabi pun, datangnya ke Saudi juga.

Ah, itu tidak penting. Yang penting Muhammadiyah itu Wahabi. Titik! Begitulah buku Yudian Wahyudi berbicara.

Depok, 18 Agustus 2024.
Tulisan iseng Malam Senin usai ngaji bareng PRM Pulo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

Naskah Pentigraf MTs Pembangunan 2023 yang Lolos Seleksi

MTs Pembangunan kembali menggelar event menulis. Dimulai dari rangkaian kegiatan Field Trip, kemudian dilanjutkan dengan event menulis Pentigraf. Tim Editor yang bekerja sejak akhir Oktober 2023, telah menyelesaikan 100 % proses naskah seleksi dan editing. Pengumuman hasil seleksi telah dimuat di situs ini secara berkala setiap Sabtu, dimulai Sabtu, 09 Desember 2023 sampai dengan Sabtu, 23 Desember 2023. Hari ini, Sabtu, 23 Desember 2023 adalah pengumuman tahap terakhir naskah yang lolos seleksi. Kepada para penulis yang naskahnya belum lolos seleksi, tetap semangat menulis untuk mengikuti event-event menulis berikutnya, Keputusan Tim editor bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Selamat kepada penulis yang naskahnya sudah dinyatakan lolos TIM Editor berikut ini: Akbar Diawur. Judul pentigraf "Kehidupan di Masa Depan". Athaya Juneeta. Judul Pentigraf "Warisan Nenek" . Binar Bening Embun. Judul Pentigraf "Mukidi". M. Akhtar Ziyad. Judul Pentigraf &

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah