Langsung ke konten utama

Surat Perpisahan

Allahuyarham Abdul Latief Rahmani

Meskipun kamu tidak membaca surat perpisahan ini, semoga doa-doa ayah sampai kepadamu. 
Kamu panggil aku dan istriku “ayah” dan “bunda”. Tidak mengapa, Nak. Ayah senang. Begitu juga Bunda. Sungguh kami akan merindukan lagi dipanggil demikian. Tapi, rindu tinggallah rindu, sebab suaramu tak akan lagi menyapa kami. Ada sekat yang memisah kita, antara barzakhmu yang tenang setenang telaga bening, dengan dunia kami yang hiruk pikuk dan bising.

24 tahun silam, kamu lahir di lantai semen rumah kakek dan nenekmu. Rumah sederhana keluarga kita, tempat ayah merasakan manis dan pahit bersama empat saudara kandung ayah dibesarkan. Begitu banyaknya, ayah tak bisa menghitung, apakah manisnya yang sedikit, ataukah pahitnya yang banyak. Tapi itu tidak penting. Sebab, seberapa banyak dan sedikitnya pahit dan manisnya kehidupan kami, selalu ada yang bisa kami banggakan.

Bolehlah sedikit kamu tahu, orang bebas menilai kita orang tak berpunya, tapi ayah dan mamakmu, serta om dan bibimu merasa berkecukupan dengan nasihat, pengajaran, dan bimbingan kakek di bawah atap genting rumah ini. Sesekali di suatu pagi, ayah, mamakmu, om, dan bibimu mendapati tak punya sesuatu untuk mengganjal perut, tapi kami semua kenyang dengan pengajaran hidup.

Tiap waktu kakek begitu cerewet soal ibadah, soal mengaji, soal kita harus jujur dalam ketidakmampuan, jangan silau dengan dunia, ah, banyak lagi. Bila pesan kakekmu disimpulkan, “kita boleh tak punya apa-apa di sini, asalkan kita punya segalanya saat pulang nanti” Begitu kira-kira.

Mungkin pesan di atas begitu abstrak bagimu, tapi bagi ayah, mamakmu, om, dan bibimu, pesan itu sangat konkret bagai siang, seterang kuburmu sekarang –Insya Allah. Perkara inilah yang ayah sebut sesuatu yang membanggakan itu.

Ayah masih memegang teguh pesan-pesan di atas. Karena itu, ayah tak rendah diri dapat dunia yang sedikit, sebab sedikit atau banyak cuma dari sudut pandang berbeda tiap orang. Juga tidak silau dengan banyaknya rezeki orang sebab rezeki orang tidak akan jadi milik kita. Lagi pula, rezeki tak akan tertukar sebab sudah ada alamatnya masing-masing.

Nak, kamu tahu. Waktu ayah kecil, kakek selalu wanti-wanti dilarang meminjam sepeda teman meskipun keinginan meminjam itu kuat sekali. Ya, sekadar penasaran bagaimana sih rasanya mengayuh sepeda bagus. Tapi, apa kata kakek, “nanti kalau sepeda orang rusak, beli tidak bisa, buat gantiin bisa.”

Saat itu juga hati ayah surut. Ayah mengerti bahwa kita tidak bisa berbahagia menebeng pada harta benda milik orang sebaik apa pun orang itu. Sebaliknya ayah juga mengerti, bahwa kita tidak bisa membenci kebakhilan orang hanya karena kita tidak diberi kesempatan turut merasakan fasilitas hidup mereka.

Ini pesan mendidik. Mendidik apa? Mendidik kita anak-anak keturunan kakek untuk merasa puas dengan keadaan kita. Pesan supaya jangan tergiur pada kepemilikan orang lain. Juga pesan terselubung bahwa menahan sabar sampai kita mampu sendiri itu lebih baik daripada memaksakan diri. Pesan yang paling menghujam tentu “jangan hubbud dunya” jangan cinta dunia berlebihan. Cinta dunia sekadarnya saja, cinta akhirat yang harus sepenuh jiwa.

Sejujurnya, ayah belum bisa sepenuhnya menjalankan pesan ini. Boleh jadi juga mamakmu, om, dan bibimu. Akan tetapi, kami semua masih setia memegang pesan itu meskipun tidak sempurna seperti kehendak kakek.

Rasanya waktu begitu cepat bergulir, ya. Baru kemarin ayah menggendong, lalu menyaksikan dari pintu rumah ayah tumbuh kembangmu menjadi remaja. Tiba-tiba kamu sudah menjadi anak laki-laki dewasa mandiri. Lompatan nasibmu juga lebih panjang dari penghidupan ayah bila diukur saat ayah seusiamu dulu yang masih sedepa. Saat itulah rasanya, Allah sudah mengganti rasa pahit kehidupan mamakmu dan kakek nenekmu. Betapa bahagia ayah, bunda, om dan bibi-bibimu.

Kemarin saat kamu terbaring membeku di bangsal rumah sakit, mamakmu bercerita sambil sesenggukan. Ayah amat terkejut, senang, dan haru mendengarnya. Rupanya kamu sudah berencana menikah tahun depan saat genap usiamu 25 nanti di bulan April, bulan kelahiran ayah juga. Coba, siapa yang tidak bahagia mendengarnya? Apalagi gadis yang kamu pilih orang yang baik dan sopan. Tampaknya juga dia memahami keadaan keluarga kita. Tentu, bertambah senang kami semua. Hanya saja setelah mendengar kabar ini, tenggorokan terasa tercekat, seperti rasa hendak menelan sekam.

Entahlah, masa lalu seperti hidup lagi di benak ayah. Bermula dari om, kakek, dan ibu Mega menjemput mamakmu dari Rangkasbitung. Ayah tidak ikut waktu itu. Itulah lembaran yang menuliskan cerita bahwa orang-orang yang menjemput mamakmu itu begitu ingin agar janin yang dikandung mamakmu mendapat layanan yang pantas sesuai kepantasan yang keluarga kita punya. Janin itu adalah kamu, Nak.

Ayah hanya terperangah setelah mendapati keadaan mamakmu sampai di rumah. Beruntung sekali ada om, kakek, dan ibu Mega yang menjemput. Terbersit pula pikiran apakah langkah menjemput mamakmu kala itu salah atau benar. Namun di ujung kehidupanmu, ayah berharap bila itu adalah kesalahan, itu kesalahan yang membawa bahagia di belakang hari. Bila itu keputusan yang tepat, semoga keberkahan tidak akan putus sampai dunia memisahkan kita semua.

Sekarang, mamakmu dan suaminya, kakek-nenekmu, ayah dan bunda, om dan tante, Ibu Mega, serta bibimu tidak ada daya melawan takdir usiamu yang sudah sampai. Kamu berpulang tutup usia pada hari mulia, Jum’at 18 Safar 1446 H, 23 Agustus 2024 tiga hari yang lewat.

Di belakang ayah ada adik-adik dan sepupu-sepupumu yang juga sangat berduka. Demikian juga sanak kerabat, kolega dan sahabat, dan siapa saja yang mengenalmu yang tahu kamu berpulang.

Ayah dan om yang turut mendampingi di samping mamak dan suaminya saat napas terakhirmu berembus, tak kuasa menahan air mata duka. Bagaimana tidak, kamu anak yang penurut, tak banyak polah, dan sayang pada keluargamu meninggalkan kami semua di usiamu yang masih sangat muda. Tapi, begitulah ketetapan-Nya, di mana umur tidak bisa dimundurkan barang sesaat meskipun kita menginginkannya atau dimajukan bila ajal sudah sampai meskipun kita keras menolaknya.

Maafkan ayah yang cerewet mengingatkanmu agar jangan tinggalkan shalat meski sambil berbaring. Itulah sebesar-besar sayang ayah padamu. Bila ada satu dua waktu yang terlewat karena sakitmu begitu keras, setiap waktu ayah sampaikan permintaan maaf dan ampunan untukmu pada Dia Yang Maha Pengampun.

Selamat jalan, Nak. Semoga lapang kuburmu. Bahagia di sana tanpa rasa sakit yang kau perjuangkan selama tiga bulan untuk sembuh. Melawan tumor memang tidak seringan seperti mengatasi demam. Sekarang, Allah telah menyempurnakan kesembuhanmu. 

Kami yang kamu tinggalkan berusaha ikhlas, sabar, dan rida di saat kehilangan. Semoga Allah rida padamu dan kamu rida pada Rabbmu. Aamiin.

Ciputat, 26 Agustus 2024.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Three Cycles of Certainty

Peserta Kuliah Manajemen Kematian Komplek Griya Sasmita, Serua, Depok berpose dengan narasumber. Foto credit, Mas Mono. BISA jadi, teori kecerdasan ganda Howard Gardner dikagumi dalam kesadaran hidup. Gardner telah mengidentifikasi delapan kecerdasan: linguistik, logis-matematis, musikal, spasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan naturalistik . Gardner juga mempertimbangkan dua kecerdasan tambahan, eksistensial dan pedagogis . Teori Gardner banyak dibincangkan dan dipasangkan dalam teori belajar. Teori ini dianggap akademisi dan praktisi pendidikan sangat relevan dengan asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki potensi kecerdasan berbeda tiap individu. Kecerdasan-kecerdasan di atas –sering disebut dengan multiple intelligences – di bangku sekolah dipandang penting untuk mengembangkan kecakapan hidup setiap peserta didik. Aplikasi dari teori ini berupa rancangan proses pembelajaran yang bisa menjangkau pengembangan kecerdasan paling dominan yang dimiliki peserta didik di

Naskah Pentigraf MTs Pembangunan 2023 yang Lolos Seleksi

MTs Pembangunan kembali menggelar event menulis. Dimulai dari rangkaian kegiatan Field Trip, kemudian dilanjutkan dengan event menulis Pentigraf. Tim Editor yang bekerja sejak akhir Oktober 2023, telah menyelesaikan 100 % proses naskah seleksi dan editing. Pengumuman hasil seleksi telah dimuat di situs ini secara berkala setiap Sabtu, dimulai Sabtu, 09 Desember 2023 sampai dengan Sabtu, 23 Desember 2023. Hari ini, Sabtu, 23 Desember 2023 adalah pengumuman tahap terakhir naskah yang lolos seleksi. Kepada para penulis yang naskahnya belum lolos seleksi, tetap semangat menulis untuk mengikuti event-event menulis berikutnya, Keputusan Tim editor bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Selamat kepada penulis yang naskahnya sudah dinyatakan lolos TIM Editor berikut ini: Akbar Diawur. Judul pentigraf "Kehidupan di Masa Depan". Athaya Juneeta. Judul Pentigraf "Warisan Nenek" . Binar Bening Embun. Judul Pentigraf "Mukidi". M. Akhtar Ziyad. Judul Pentigraf &

"MISTERI" DI BALIK "TARAWIH TERAKHIR"

Draft "Tarawih Terakhir" Kita harus mulai berpikir seperti sungai jika ingin meninggalkan warisan keindahan dan kehidupan untuk generasi mendatang." – David Brower. INI sepenggal kisah. Kisah tentang para pemburu pasir Ciliwung dalam draft buku “Tarawih Terakhir”. Semula, rencana buku ini akan diluncurkan pada 18 November 2021 saat 95 % buku sudah siap pada Agustus 2021. 18 November adalah “waktu keramat”, tepat saat Milad Muhammadiyah ke-109. Bagi warga persyarikatan, Milad itu seperti saatnya berjumpa kekasih. Senang, bahagia, dan semringah jadi satu. Akan tetapi, karena kendala teknis, momentum Milad akhirnya tidak bisa direngkuh. Ia berlalu. Rasanya, seperti ditinggalkan sang kekasih tercinta yang pergi tanpa pesan. Mengapa Milad? Ya, karena buku ini punya benang merah yang kuat dengan persyarikatan Muhammadiyah Ranting Pulo. Rekaman para pejuang penggali pasir Ciliwung untuk membangun masjid yang dulunya Langgar Pak Tua Naen. Masjid yang kelak dibangun mereka susah