Khong Guan Rasa Rengginang. Ilustrasi dari https://www.merahputih.com/ |
PAK Mu’ti yang Sekum PP Muhammadiyah itu orangnya jenaka. Kadang kejenakaannya memaksa orang nyengir tapi sambil mikir serius. Seperti twitnya soal masjid dan rengginang misalnya. Saking dipikirin, boleh jadi malah bikin beberapa gelintir otak pengurus DKM Muhammadiyah “anget”.
“Masjid Muhammadiyah harus dikelola dengan baik agar tidak seperti kaleng Kh*ng Gu*an. Luarnya biskuit, dalamnya rengginang. Namanya Masjid Muhammadiyah, amaliah ibadah dan kegiatan bertentangan dengan Muhammadiyah.”https://x.com/abe_mukti
Meskipun bahasanya agak menggelikan karena jenaka, tapi cukup bikin malu. Geli, sebab mengundang tawa kecil seperti anak kecil tengah merasakan ketiaknya yang sedang digelitiki. Juga malu, sebab tidak jarang ada pengurus masjid Muhammadiyah mengabaikan masjidnya sendiri. Apa tidak malu pada kaleng Kh*ng Gu*an dan rengginang?
Sindiran Pak Mu’ti ini perlu diperhatikan, loh. Terlepas beliau serius atau sedang guyon. Tapi, rasa-rasanya beliau serius meski dibungkus guyonan serenyah rengginang. Maka, boleh jadi sebenarnya ini warning orang penting di PP Muhammadiyah yang juga Guru Besar di UIN Jakarta.
Masjidnya masjid Muhammadiyah, tapi, bila amaliah ibadah dan kegiatannya bertentangan dengan Muhammadiyah, ini insiden tidak berdarah. Pertanyaannya, kemana pengurus Muhammadiyahnya? Kemana saja Pengurus DKM-nya? Kemana saja jamaah Muhammadiyahnya? Apa mereka sudah jadi “rengginang” semua? Bila memang sudah jadi “rengginang” semua, maka tutup bukulah itu masjid Muhammadiyah.[]
MASJID meskipun dibangun oleh Muhammadiyah, itu milik umat. Maka, tidak boleh dia dibatasi untuk Muhammadiyah saja. Begitu kata sebagian kelompok. Betul, betul sekali. Tidak ada masjid Muhammadiyah ditutup untuk umat selain anggota Persyarikatan. Welcome. Ahlan wa sahlan. Bienvenue. Wilujeng sumping. Silakan ikut shalat, tidak perlu izin. Namun, bila dengan alasan masjid itu milik umat lalu berdiri mengambil “posisi imam” pada shalat-shalat maktubah, itu soal lain.
Silakan ikut kajian di masjid Muhammadiyah bila berminat karena ia milik umat. Warga Persyarikatan tidak akan menghalangi, boleh jadi itu akan jadi wasilah bagi siapa saja yang ingin memahami jam'iyyah yang sudah berusia 122 tahun ini. Tapi, bila datang untuk “merebut” mikrofon, itu soal lain.
It’s very clear![]
SETIAP orang tentu punya ciri khas dan akan mempertahankan ciri khasnya itu. Alasannya sangat sederhana, bahwa setiap pribadi ingin jadi dirinya sendiri, ingin menjadi pribadi yang autentik. Saya percaya, bila ada orang –teman akrab sekalipun– yang berusaha mengubah autentikasi dirinya supaya menjadi orang lain dia akan mikir berkali-kali. Gak mau lah tentunya. Biskuit dan rengginang saja punya ciri khas sendiri-sendiri bukan? Jadi, rengginang tetaplah rengginang meskipun rumahnya Kh*ng Gu*an.
Bila persona saja ingin punya ciri autentik, apalagi jam'iyyah seperti Muhammadiyah, tentu juga punya ciri khas dan akan dipertahankan ciri khasnya itu oleh anggotanya. Salah satu ciri, karakter, dan identitas Muhammadiyah tentu melekat pada AUM-AUM-nya, termasuk masjid. Maka, masjid Muhammadiyah pasti akan diwarnai dengan amaliyah Islam sebagaimana yang dipahami dan diamalkan warga Muhammadiyah.
Orang boleh tidak setuju dengan cita-cita, karakter, amaliyah, dan misi dakwah pembaruan Muhammadiyah sebab berbeda dengan manhaj yang dianutnya. Itu sah dan dilindungi undang-undang. Akan tetapi bila sudah offside –menuduh Muhammadiyah sebagai dakwah hizbi, sama dengan Syi’ah, melahirkan bid’ah versi modern, dan memprovokasi orang untuk berIslam tanpa Ormas– ini sudah lain cerita. Ini namanya degig.
Degig masih boleh asalkan sopan. Degig yang sopan itu seperti mengkritik Muhammadiyah, tapi tetap shalat di masjid Muhammadiyah dan tidak bikin ulah. Namun, kalau sudah mulai berani menonjolkan manhaj di rumah orang lain, apalagi meminta atau memasang circle-nya naik mimbar memegang mikrofon baik sebagai khatib dan pengisi kajian dengan pemahaman yang tidak sejalan dengan garis Persyarikatan, ini bukan degig lagi. Ini over degig.
Sudahi saja kedegigan itu. Bagaimana caranya? Simpel saja. Yakini dan pegang teguh manhaj sendiri, tapi, jangan usik manhaj Muhammadiyah. Apalagi melakukan infiltrasi ke dalam tubuh Persyarikatan. Bila tidak ingin orang bereaksi, bangun amal usaha sendiri dan silakan berekspresi sebebas-bebasnya di sana.
Kalau begitu, Muhammadiyah anti kritik, dong? Bukan, ini bukan soal anti kritik, ini soal menjaga identitas. Apa ada orang yang berpegang pada pendapat bahwa musik itu haram, lalu ada tamu berkunjung membawa gitar ke rumahnya. Lalu, tamu itu seenaknya nyanyi-nyanyi genjrang-genjreng di dalam rumahnya? Itu tamu tidak punya adab. Si tuan rumah pasti marah, bila perlu diusir itu tamu jauh-jauh.[]
OBAT agar masjid Muhammadiyah tidak jadi seperti kaleng Kh*ng Gu*an seperti guyon Pak Mu’ti juga bukan perkara teramat berat seperti beratnya memanggul gunung. Pertama, warga Persyarikatan rajinlah memakmurkan masjid dengan shalat berjamaah bila tidak ada uzur syar’i. Terutama Pengurus DKM yang diberi amanah.
Jabatan yang dipegang sebagai Pengurus DKM bukan sekadar nama yang tertera pada kertas SK yang dibubuhi tanda tangan dan dicap stempel Persyarikatan. Ia akan diminta tanggung jawabnya di hadapan Allah kelak, terutama tanggung jawab memakmurkannya dengan menghadiri shalat jamaah. Bila pengurus DKM emoh shalat jamaah, lalu siapa yang akan memakmurkan? Rengginang? Ingat, rengginang tidak kena kewajiban memakmurkan masjid, tidak juga wajib mendirikan shalat.
Kedua, warga Muhammadiyah dan Pengurus DKM rajinlah mengikuti kajian yang diselenggarakan di masjid-masjid Muhammadiyah. Bila kajian di masjid Muhammadiyah sepi karena warga Persyarikatan tidak peduli, lalu siapa yang mengikuti? Orang lain mungkin saja hadir, tapi setelah shalat mereka pulang atau melanjutkan perjalanan karena sekadar mampir.
Tentu, tidak pula dinafikan adanya upaya infiltrasi itu. Upaya itu memang riil di beberapa AUM Muhammadiyah. Dan, ini bukan rahasia lagi. Apalagi bila sudah ada indikasi pengurus DKM malah pergi mengikuti kajian di tempat lain sementara di masjid tempat dia harus berkhidmat sedang ada pengajian Ranting. Apa mau diam saja?
Jadi, wajar bila ada masjid-masjid Muhammadiyah diibaratkan seperti kaleng Kh*ng Gu*an tapi isinya rengginang. Ini bukan sepenuhnya salah orang lain, ini salah warga Persyarikatan dan Pengurus DKM-nya yang tidak open pada masjidnya sendiri, pada pengajiannya sendiri.
Ketiga, segera laksanakan instruksi PP Muhammadiyah agar semua wakaf AUM termasuk masjid diubah sertifikatnya atas nama Muhammadiyah. Masjid-masjid Muhammadiyah yang masih berstatus di bawah kekuasaan wakaf nadzir segera di-update legalitasnya. Upaya ini penting untuk menutup celah pihak-pihak yang berusaha mengkudeta masjid sebab akan berhadapan dengan Muhammadiyah yang secara hukum sangat kuat dibanding kedudukan nadzir.
PRM bisa bekerja sama dengan Majelis Wakaf sebagai majelis yang berwenang mengurus masalah ini. Bila ada nadzir yang belum paham masalah ini, beri dia paham bahwa upaya ini untuk kemaslahatan yang lebih besar. Bila nadzir tetap keukeuh dan menjadi batu sandungan, berdoa saja, semoga segera mendapat hidayah.
Jadi, begitulah soal twit Pak Mu'ti. Ia ibarat Balada Rengginang di Kaleng Kh*ng Gu*an. Konon, hari ini ada berita Pak Mu'ti dipanggil untuk diberi amanah mengurus Kemendikdasmen. Pak Mu'ti jadi menteri. Entahlah, semoga bukan prank. Bila benar jadi menteri, apakah Pak Mu'ti tetap jenaka dan suka rengginang?
Kita tunggu.
Ciputat, 14 Oktober 2024.
Dari Balik Catatan Kader.
Ciputat, 14 Oktober 2024.
Dari Balik Catatan Kader.
Komentar
Posting Komentar