Simran dan Raj dalam Dilwale Dulhaniya Le Jayenge. Foto milik https://bollywood.id/
BOLEH jadi ini sebuah kelemahan. Bila sudah fokus pada tuts alfabetik, maka ke sana lah semua perhatian tertuju. Kadang segala panggilan menguap seperti asap seduhan kopi. Jangan pula ditanya pesan WhatsApp. Paling sekadar di toleh sebentar, dibalas sekadarnya, setelah itu forgeted. Ini tidak baik sebenarnya.
Kehilangan dua handphone dalam semalam dengan nomor kontak belum sempat dipindahkan ke Google Drive itu bikin nyesek. Bukan saja kehilangan gawainya, tapi juga jeroannya yang penting-penting termasuk nomor kontak darurat yang sewaktu-waktu sangat dibutuhkan.
Maka belakangan, banyak pesan Whatsapp tidak muncul nama kontak pengirim. Tapi karena sedang mengejar deadline, pesan yang masuk dibaca sejenak, dijawab alhamdulillah dan terima kasih. Seperti pesan undangan walimah seminggu yang lalu, namun abai memeriksa siapa pengirimnya dan kapan resepsi itu akan digelar.|
Malam Minggu kemarin saya izin keluar rumah. Bukan untuk nongkrong di kedai kopi. Rasanya, hangout bukan masanya lagi buat saya, seperti anak-anak muda yang jenuh lalu membunuh waktu sambil menyesap cairan hitam Coffea Arabica. Di samping soal usia yang sudah tidak lagi muda, “umur” di dompet juga tinggal beberapa tarikan napas saja.
Keluar malam Minggu kemarin itu untuk urusan literasi. Saya perlu menemui narasumber, sumber primer. Orang ini kunci pembuka jendela informasi bahan penulisan biografi seorang tokoh agama yang sedang saya persiapkan. Dari informasi awal, narasumber memegang banyak dokumen penting yang melibatkan tokoh yang akan saya angkat. Jadi, itu acara malam Mingguan saya kemarin.|
SELESAI jamaah Isya, perasaan begitu saja berbisik soal WhatsApp. Rasanya pernah ada pesan undangan digital resepsi kira-kira seminggu sebelumnya. Akan tetapi, detail waktu, tempat, dan resepsi siapa belum sempat dibaca. Ah, nanti saja dibuka saat sudah sampai di rumah narasumber.
Rupanya, malam itu tak berjodoh dengan narasumber. Di samping mencari-cari di mana letak persis rumahnya, tidak juga bertemu orang yang bisa ditanyai. Ya sudahlah, pulang saja untuk persiapan acara Subuh esok. Lagi pula, perlu telaah materi sirah yang akan dibahas.
Sebelum pulang baca WA dulu. Scroll ke bawah. Entah di mana undangan resepsi itu terselip. Pesan sudah kadung menumpuk. Urusan nilai anak-anak, urusan kajian, urusan sapa-menyapa mengingatkan jadwal, dan banyak lagi urusan tetek bengek yang enteng-enteng. Puyeng.
Aduh! Mengapa tidak memanfaatkan search engine? Padahal dengan kecerdasan buatan fitur mesin pencari itu pesan bisa ditemukan dalam hitungan detik. Ya, ketemu! Saya baca pelan. Ee, busheng?
Terhenyak. Ini acara resepsi pernikahan putri dari seorang teman sekelas sewaktu belajar di madrasah dulu. Ya salaam. Ampun, dah.|
TIGA puluh tiga tahun silam kami bertemu, sama-sama belajar di sekolah yang tumbuh di dekatnya pohon asem. Besar dan tua pula pohon asem itu. Jangan tanya rasa buahnya; asem banget, loh. Suer.
Naik kelas dua, ada jurusan IPS dan IPA. Tapi, moyang saya bilang, “Jangan ambil jurusan itu! Itu jurusan dunia doang. Ambil jurusan dunia akhirat saja.” Entah kebetulan, kami mengambil jurusan yang sama; Jurusan Agama, Jurusan Dunia Akhirat.
Begitulah umumnya moyang kita memandang hidup dengan kacamata sederhana, tapi menghujam. Takut sekali mereka bila generasinya cakap dalam urusan dunia, tapi agamanya belepotan. Padahal belum tentu begitu. Banyak kok, siswa bengal yang waktu sekolah jurusan agama, tapi kelakuan macam orang ‘gak kenal agama. Masa, sekolah di Aliyah, bawa bekel Mension Whiskey? Minumnya mojok di warung Bang Jaya. Kan, koplak. Ha ha ha ....
Begitulah umumnya moyang kita memandang hidup dengan kacamata sederhana, tapi menghujam. Takut sekali mereka bila generasinya cakap dalam urusan dunia, tapi agamanya belepotan. Padahal belum tentu begitu. Banyak kok, siswa bengal yang waktu sekolah jurusan agama, tapi kelakuan macam orang ‘gak kenal agama. Masa, sekolah di Aliyah, bawa bekel Mension Whiskey? Minumnya mojok di warung Bang Jaya. Kan, koplak. Ha ha ha ....
Tapi, banyak juga alumnus jurusan IPS atau IPA itu pada salih dan salihah. Satu dua dari mereka tidak kalah baiknya dalam urusan agama. Dalam urusan dunia, tidak sedikit dari mereka lebih berjaya. Jadi, sudahlah agamanya baik, penghidupannya juga mapan. Kan, asik. Ini calon mantu ideal.|
SAYA dan pengirim pesan WhatsApp ini duduk di kelas yang sama. Kami tidak terlalu dekat, jaga jarak juga tidak. Biasa saja. Ngobrol sesekali bila dirasa perlu. Paling-paling ngobrolin urusan pelajaran. Itu pun bisa dihitung jari.
Mau becandain, rasanya ngeri-ngeri karena tak pandai bergurau. Apalagi dia bukan tipe “pecicilan” yang lari-lari dan jingkrak-jingkrak mulai dari barisan depan sampai baris belakang pas jam kosong sambil nyolek-nyolek temen laki-laki. Haaa …. ‘gak kebayang.
Dia ini kalem, cool. Gadis seperti ini sukar ditebak. Meskipun ada isyarat arah angin bertiup, masih juga sukar diduga condong ke arah mana sebenarnya yang dituju. Tapi, se-cool-cool-nya dia, matanya yang jeli itu kadang bikin grogi bila dia menatap. “Aduh, gua salah apa ya diliatin?” Begitu satu dua kali membatin pas tidak sengaja bertemu mata. Padahal, itu tatapan mata biasa. Cuma rasa hati saya saja yang ke-ge-er-an.
Karena tidak terlalu confidence bila urusannya teman lawan jenis, keseringan mlipir lah saya ini. Maka satu waktu, saya hanya menghabiskan kesempatan untuk diri sendiri saja. Mungkin sebab alasan ini, tempo hari teman ini meledek saya “U… z angkuh”. Ha ha ha. Boleh jadi sejak masih sekolah dulu pun, diam-diam dia sudah meledek begitu. Jangan-jangan, bukan hanya dia menganggap diri ini angkuh, yang lain juga.😂
Although she likes to tease me for being arrogant, at least she is a good friend. Dan saya tetap menghargainya sebagai teman.
Di kelas, ada banyak teman dengan segala tingkah-polah dan kecerdasan yang beragam. Rokib (semoga Allah merahmatinya), adalah teman yang paling ngocol, pandai qasidah, dan suaranya enak di telinga. Rokib selalu bisa membawa suasana menjadi jenaka.
Ada juga Zuhairi, si penyuka lagu India. Bila tidak salah ingat, di kelas Zuhairi pernah menyanyikan “Jab Hum Jawan Honge” lagu dari soundtrack film Betaab, film era 80-an. Pede sekali dia bernyanyi. Gayanya macam artis Bollywood saja saat itu. Karena distingsi Zuhairi ini, saya tidak menampik, Zuhairi meninggalkan kesan cukup apik bagi saya meskipun kami tidak terbilang akrab.
Lagu “Jab Hum Jawan Honge” ditulis oleh Anand Bhaksi. Di tangan komposer R.D Bhurman, lagu yang dibawakan Lata Mangeshkar dan Shabbir Kumar ini enak banget, apalagi diputar bila sedang kasmaran. Gara-gara Zuhairi ini, saya jadi penasaran. Pas nonton layar tancep di kampung sebelah, eh ada diputar film ini. Sejak itu jadi kenal siapa itu Sunny Deol yang tampan dan Amrita Singh yang menawan, aktor pemeran Betaab.
Lokasi syuting film ini di Lembah Betaab (Betaab Valley). Letaknya sekitar 15 kilometer dari Pahalgam, Distrik Anantnag, Kashmir. Dulunya dikenal Hagan Valley atau Hagoon. Belakangan, nama Betaab Valley lebih populer karena kawasan ini digunakan sebagai lokasi syuting Betaab.
Hamparan padang rumput nan hijau serta pegunungan dengan salju di puncaknya sangat memukau Betaab Valley. Suara gemericik dari aliran sungai Lidder dengan air yang jernih dan pepohonan yang mengelilingi lembah bikin adem. Boleh jadi, jiwa Zuhairi lebih dulu menari-nari di Betaab Valley saat ia menyanyikan “Jab Hum Jawan Honge” waktu itu dengan penuh perasaan. Jadi, badan dan aksinya ada di kelas, jiwa anak ini ada di Kashmir.
Teman dengan “kecerdasan Indiahe” mirip Zuhairi kayak gini, sebenarnya bikin was-was saat hujan turun mencurah bumi. Apalagi saat hujan itu dia sedang duduk di bangku di taman dengan koyo cabe masih menempel di kening karena meriang. Wah, bakalan menghambur, bernyanyi, dan berjoget sambil meluk-meluk tiang lampu taman dia. Zuhairi tidak peduli dengan meriangnya lagi. Dia terus saja berhujan-hujan, bernyanyi dengan bahasa terdengar mirip“tumbar miri jahe” seolah dirinya adalah Raj Malhotra yang sedang berusaha memancing perhatian Simran Singh dalam lakon Dilwale Dulhania Le Jayenge.|
INI gimana? Masa, pakaian mau kondangan macam pakaian koboi begini. Mau pulang dulu, nanti terlalu malam. Mau datang esok hari, ah enggak, di samping sudah tidak ada menu spesial, nanti malah diledek lagi sebagai “U… z angkuh”. Datang saja lah.
Ini lagi-lagi soal persepsi yang sukar saya lupakan. Di benak saya, bila dapat undangan resepsi yang kepikir: pasti acaranya hari Minggu, meskipun undangan belum dibaca. Selalu begitu.
Memang, fakta resepsi “pasti acaranya hari Minggu” sering ada benarnya. Namun, pikiran “pasti acaranya hari Minggu” ini satu dua kali sesat menyesatkan. Satu waktu saya dapat undangan dari security madrasah tempat saya mengajar. Ya, itu, dikira acaranya hari Minggu, ‘gak taunya malah hari Rabu. Melesetnya hampir dua kilometer.|
AH, saya bersyukur, masih bisa hadir memenuhi undangan teman ini meski penampilan ala kadarnya. Senang sekali melihat dia bahagia bersama sang suami. Bahagia sudah punya menantu, bentar lagi menimang cucu. Semoga selalu bahagia sampai tua.
Senang juga masih sempat bertemu satu dua teman yang lain, sisa-sisa masa lalu di sekolah. Ada teman yang mengaku sudah punya cucu, yang mengaku kaget saya ini beda banget dari yang dulu, juga ketemu teman yang sempat menyelisik, “Ente ‘gak ada di grup alumni, ya?” Et dah, gua jawab apa, kata hati ingin mengelak.
Khairu al-ashab man yadulluka ‘ala al-khair. Teman yang baik itu adalah mereka yang menunjukan kamu pada kebaikan. Begitu kata pepatah Timur Tengah.“Walking with a friend in the dark is better than walking alone in the light,” begitu kata Helen Keller (1880-1968), penulis, aktivis politik, dan dosen Amerika yang gigih mengumpulkan dana untuk orang-orang buta dan tuli ini. Kata Keller, berjalan dengan seorang sahabat di kegelapan lebih baik daripada berjalan sendirian dalam terang. Demikianlah selalu saya berharap setiap kali berkumpul bersama teman dan sahabat.
Ustazah Ruaithoh teman yang baik. Dekat dengan pengajian. Banyak mencerahkan emak-emak di majelis taklim asuhannya. Semoga selalu melimpah berkah dalam rumah tangga bersama suami. Maafkan atas salah persepsi soal waktu resepsi kalian.
Untuk Bella dan suami, selamat menempuh hidup baru. Bella, berbaktilah pada suami di kala senang dan di kala susah, nanti kamu akan merasakan cinta sejati seorang lelaki. Untuk Dimas, lindungi dan sayangi istri sampai akhir hayat, nanti kamu akan merasakan manisnya bakti seorang perempuan. Barakallahu laka wa baraka alaikuma wajama’a bainakuma fii khair.
Ciputat, 08 Oktober 2024.
Dari Balik Jendela Ingatan
Komentar
Posting Komentar