Persahabatan. Ilustrasi dari : https://darussalam.id/
Meskipun begitu, Rousseau tetap dipuji sebagai tokoh besar. Begitulah nilai yang berlaku di Barat di mana kesesuaian ilmu dan akhlak pada diri seseorang bukan hal yang terlalu penting untuk dibincangkan dan dipersoalkan.
***
Teringat lagi pada satu peristiwa kecelakaan. Ditolong oleh orang yang sangat aku kenal. Waktu itu hari Sabtu, hari pengambilan raport pada pukul 08.00 pagi. Namun, ada Wali Murid minta bertemu lebih pagi dari jadwal karena ada keperluan lain. Qadarullah, karena kecelakaan itu agenda bertemua Wali Murid di sekolah dibatalkan.
Bersyukur sekali saat kecelakaan itu terjadi ditolong orang yang sangat aku kenal. Hanya saja dia yang menolong, sama sekali belum “ngeh” siapa orang yang sedang ditolongnya. Barulah setelah beberapa saat saling menatap dan aku menyapanya, dia kaget, lalu berseru sambil menyebut namaku.
“Ya Allah!“ pekiknya kemudian.
Dulu, kami satu almamater. Sama-sama punya minat pada seni tilawah. Hanya beda kelas saja. Juga beda dalam supel. Dia pandai membaur dengan siapa saja teman seangkatan, sedang orang yang ditolongnya ini agak kurang pandai.
Sejak lulus pada 1991, nyaris tidak pernah bertemu. Mungkin ada sekali dua kali pertemuan itu. Hanya saja terlupakan di mana ia berlangsung karena tertimbun kesibukan yang susul menyusul. Tapi, kebaikannya pada saat kecelakaan itu tidak bisa dilupakan. Bagaimana mungkin melupakan kebaikan orang pada diri kita apalagi kebaikan dari sahabat karib?
Rousseau pernah berkata dan dikutip banyak orang. “What wisdom can you find that is greater than kindness?” Kebijaksanaan apa yang dapat Anda temukan yang lebih besar daripada kebaikan? Demikian bila kata-kata Rousseau itu diterjemahkan soal kebijaksanaan dan kebaikan.|
Boleh jadi banyak orang mengenal bahwa Jean Jacques Rousseau (1712 - 1778) adalah seorang filsuf, penulis, dan komposer asal Republik Geneva (Swiss modern). Namun, boleh jadi belum banyak yang tahu bahwa Rousseau punya catatan kelam soal moral.
Dalam buku “Intellectuals”, Paul Johnson —dikutip Adian Husaini dalam “Wajah peradaban Barat” —menyebut Rousseau sebagai “manusia gila yang menarik” (an interesting man). Saat berusia 15 tahun, pada 1728, Rousseau rela menukar agamanya menjadi Katolik agar dapat menjadi peliharaan Madame Françoise-Louise de Warens.
Meskipun begitu, Rousseau tetap dipuji sebagai tokoh besar. Begitulah nilai yang berlaku di Barat di mana kesesuaian ilmu dan akhlak pada diri seseorang bukan hal yang terlalu penting untuk dibincangkan dan dipersoalkan.
Boleh juga disinggung sedikit siapa Françoise-Louise de Warens itu. Pada laman en.wikipedia.org, Françoise-Louise de Warens digambarkan sebagai dermawan dan kekasih dari Jean-Jacques Rousseau (mistress of Jean-Jacques Rousseau). Meskipun awalnya Warens adalah seorang guru bagi Rousseau, mereka terlibat secara seksual setelah secara terbuka Warens memperkenalkan Rousseau pada urusan cinta dan "keintiman".
Warens penganut Protestan. Pada 1726 ia memilih menjadi seorang Katolik Roma demi uang pensiun gereja. Uang pensiun itu dimanfaatkan untuk meningkatkan penyebaran Katolik Roma di sekitar Jenewa yang saat itu merupakan benteng Protestan. Sementara, Rousseau memilih menjadi Katolik untuk berkhidmat sebagai “Madam's pet man”-nya Françoise-Louise de Warens.|
Boleh jadi, ungkapan “What wisdom can you find that is greater than kindness?” terdengar kontradiktif sebab quote itu diucapkan seorang Rousseau. Akan tetapi, sulit untuk menyangkal bahwa kebaikan memang kebijaksanaan yang paling besar. Bagaimana mengukurnya?
Sederhana, putarlah memori di mana Anda pernah merasakan kebaikan orang. Adakah kebijaksanaan yang lebih besar dari nilai sebuah kebaikan yang Anda rasakan saat itu?|
Senin sore kemarin, masuk pesan WA mengabarkan ada teman sedang sakit. Terkejut juga membaca kabar soal sakitnya. Seberat itukah? Saat itu juga, ingatan pada kecelakaan sepuluh tahun lalu seperti suara bisikan di bibir telinga.
Gerimis masih belum reda. Rinai-rinai hujan yang diameternya hanya sepanjang 0.5 mm itu, tak urung pula membasahi tanah. Barangkali, tanah pun merasa nyaman dimanjakan rinai senyaman kita merasakan usapan pada punggung di kala lelah.
Angin menjelang Isya berembus mengiring titisan rinai. Rasanya ingin menarik selimut dan berkemul saja karena dingin dan titisan itu mengundang kantuk. Tapi, bayangan dia yang tergolek tidak bisa menunda untuk menjenguknya.
Maka, selepas menunaikan urusan umat, kebahagiaan pada sepuluh tahun yang lalu itu berulang saat kami bertemu meskipun malam sudah mulai larut. Dia yang terbaring dan aku duduk sama-sama merasakan bahwa persahabatan dan kebaikan itu melegakan meskipun rasanya dunia ini semakin sempit. Mungkin ada benarnya ucapan Maria Shriver: “When the world is so complicated, the simple gift of friendship is within all of our hands,” bahwa, “Ketika dunia begitu rumit, hadiah sederhana berupa persahabatan ada di tangan kita semua.”
Lekas pulih ya, Bang Ustaz sahabat saya. Biar bisa "goes" lagi. Selamat menikmati Biografi Sang Inovator, seniormu saat di Tsanawiyah dahulu. Siapa tahu jadi motivasi mempercepat kepulihanmu, harapanku dan semua sahabatmu. Aamiin.
Ciputat, Rabu, 04 November 2024.
Bersyukur sekali saat kecelakaan itu terjadi ditolong orang yang sangat aku kenal. Hanya saja dia yang menolong, sama sekali belum “ngeh” siapa orang yang sedang ditolongnya. Barulah setelah beberapa saat saling menatap dan aku menyapanya, dia kaget, lalu berseru sambil menyebut namaku.
“Ya Allah!“ pekiknya kemudian.
Dulu, kami satu almamater. Sama-sama punya minat pada seni tilawah. Hanya beda kelas saja. Juga beda dalam supel. Dia pandai membaur dengan siapa saja teman seangkatan, sedang orang yang ditolongnya ini agak kurang pandai.
Sejak lulus pada 1991, nyaris tidak pernah bertemu. Mungkin ada sekali dua kali pertemuan itu. Hanya saja terlupakan di mana ia berlangsung karena tertimbun kesibukan yang susul menyusul. Tapi, kebaikannya pada saat kecelakaan itu tidak bisa dilupakan. Bagaimana mungkin melupakan kebaikan orang pada diri kita apalagi kebaikan dari sahabat karib?
Rousseau pernah berkata dan dikutip banyak orang. “What wisdom can you find that is greater than kindness?” Kebijaksanaan apa yang dapat Anda temukan yang lebih besar daripada kebaikan? Demikian bila kata-kata Rousseau itu diterjemahkan soal kebijaksanaan dan kebaikan.|
Boleh jadi banyak orang mengenal bahwa Jean Jacques Rousseau (1712 - 1778) adalah seorang filsuf, penulis, dan komposer asal Republik Geneva (Swiss modern). Namun, boleh jadi belum banyak yang tahu bahwa Rousseau punya catatan kelam soal moral.
Dalam buku “Intellectuals”, Paul Johnson —dikutip Adian Husaini dalam “Wajah peradaban Barat” —menyebut Rousseau sebagai “manusia gila yang menarik” (an interesting man). Saat berusia 15 tahun, pada 1728, Rousseau rela menukar agamanya menjadi Katolik agar dapat menjadi peliharaan Madame Françoise-Louise de Warens.
Meskipun begitu, Rousseau tetap dipuji sebagai tokoh besar. Begitulah nilai yang berlaku di Barat di mana kesesuaian ilmu dan akhlak pada diri seseorang bukan hal yang terlalu penting untuk dibincangkan dan dipersoalkan.
Boleh juga disinggung sedikit siapa Françoise-Louise de Warens itu. Pada laman en.wikipedia.org, Françoise-Louise de Warens digambarkan sebagai dermawan dan kekasih dari Jean-Jacques Rousseau (mistress of Jean-Jacques Rousseau). Meskipun awalnya Warens adalah seorang guru bagi Rousseau, mereka terlibat secara seksual setelah secara terbuka Warens memperkenalkan Rousseau pada urusan cinta dan "keintiman".
Warens penganut Protestan. Pada 1726 ia memilih menjadi seorang Katolik Roma demi uang pensiun gereja. Uang pensiun itu dimanfaatkan untuk meningkatkan penyebaran Katolik Roma di sekitar Jenewa yang saat itu merupakan benteng Protestan. Sementara, Rousseau memilih menjadi Katolik untuk berkhidmat sebagai “Madam's pet man”-nya Françoise-Louise de Warens.|
Boleh jadi, ungkapan “What wisdom can you find that is greater than kindness?” terdengar kontradiktif sebab quote itu diucapkan seorang Rousseau. Akan tetapi, sulit untuk menyangkal bahwa kebaikan memang kebijaksanaan yang paling besar. Bagaimana mengukurnya?
Sederhana, putarlah memori di mana Anda pernah merasakan kebaikan orang. Adakah kebijaksanaan yang lebih besar dari nilai sebuah kebaikan yang Anda rasakan saat itu?|
Senin sore kemarin, masuk pesan WA mengabarkan ada teman sedang sakit. Terkejut juga membaca kabar soal sakitnya. Seberat itukah? Saat itu juga, ingatan pada kecelakaan sepuluh tahun lalu seperti suara bisikan di bibir telinga.
Gerimis masih belum reda. Rinai-rinai hujan yang diameternya hanya sepanjang 0.5 mm itu, tak urung pula membasahi tanah. Barangkali, tanah pun merasa nyaman dimanjakan rinai senyaman kita merasakan usapan pada punggung di kala lelah.
Angin menjelang Isya berembus mengiring titisan rinai. Rasanya ingin menarik selimut dan berkemul saja karena dingin dan titisan itu mengundang kantuk. Tapi, bayangan dia yang tergolek tidak bisa menunda untuk menjenguknya.
Maka, selepas menunaikan urusan umat, kebahagiaan pada sepuluh tahun yang lalu itu berulang saat kami bertemu meskipun malam sudah mulai larut. Dia yang terbaring dan aku duduk sama-sama merasakan bahwa persahabatan dan kebaikan itu melegakan meskipun rasanya dunia ini semakin sempit. Mungkin ada benarnya ucapan Maria Shriver: “When the world is so complicated, the simple gift of friendship is within all of our hands,” bahwa, “Ketika dunia begitu rumit, hadiah sederhana berupa persahabatan ada di tangan kita semua.”
Lekas pulih ya, Bang Ustaz sahabat saya. Biar bisa "goes" lagi. Selamat menikmati Biografi Sang Inovator, seniormu saat di Tsanawiyah dahulu. Siapa tahu jadi motivasi mempercepat kepulihanmu, harapanku dan semua sahabatmu. Aamiin.
Ciputat, Rabu, 04 November 2024.
0 Comments
Posting Komentar