![]() |
Gambar milik sudir_kaligrafer. https://www.instagram.com/sudir_kaligrafer/p/C3NO6MnN3vO/ |
Kalaupun bicara, tidak semua ia bicarakan kecuali hanya yang penting-penting saja, seperti orang yang banyak tahu, tapi sedikit omong, bukan yang tahu sedikit, tapi banyak omong.
Jum’at malam, yang saya dengar kabar ia akan berangkat ke Malang bersama suami untuk sima’an. Putri pertama mereka akan menuntaskan hafalan 30 juznya di pondok tempatnya nyantri. Masya Allah.
Akan tetapi, Allah berkehendak memanggilnya lebih dahulu. Kamis siang, 20 Februari 2025 ia berpulang, sementara mahkota yang kelak akan dipakaikan para penghafal Al-Qur'an kepada orang tuanya tengah menanti kedatangannya. Ini bikin iri para orang tua.
Perempuan yang telah melahirkan hafizhah itu berpulang membawa senyum, kalem, santun, dan pribadinya yang menyenangkan. Siapa saja yang mengenalnya, tahu betul pribadi perempuan ini.
Saya, kali pertama mengenalnya pada 2005, saat sama-sama melamar dan akhirnya diberi kesempatan mengajar di sini, di Madrasah Pembangunan (MP). Itu berlalu 19 tahun 8 bulan yang lalu. Kini, ia telah pergi meninggalkan segala kebaikan pada dirinya yang akan dikenang sebatas ingatan masing-masing orang yang mengenalnya.
Kepergiannya sangat mengejutkan. Begitulah yang terlintas di benak setiap kita manakala menerima kabar kematian sedangkan yang berpulang itu sedang baik-baik saja. Perasaan pun ingin berkata tidak, telinga berharap ia salah dengar, dan rasa cinta seakan menolak kenyataan yang sudah ditakdirkan itu.
Barangkali, begitulah gemuruh di dada suami, anak-anak, dan keluarga dekat yang ditinggalkan perempuan ini. Saya percaya, teman dan kolega-kolega di sekolah tempatnya mengajar pun merasakan hal yang sama. Hanya saja, sabar telah meredam semuanya. Ia dilepas pergi dengan hati lapang, rida atas takdir, dan iringan doa yang sambung menyambung. Rumahnya banjir pelayat, jenazahnya dishalatkan banyak orang.
Dini hari sebelum siang harinya ia berpulang, ia masih berjibaku di dapur menyiapkan makan sahur untuk suami dan putrinya. Boleh jadi, kebiasaan ini dirawatnya sejak ia berumah tangga, sejak hidup mendampingi suami yang dawam puasa sunnah Senin dan Kamis. Atau, bisa jadi juga menyambung kebiasaannya semasa masih gadis remaja. Rupanya, di malam Kamis kemarin itu, menjadi kesempatan terakhir baginya menyajikan hidangan sahur untuk sang suami. Barakallah.|
Setiap perempuan mukminah itu istimewa. Percayalah, bahkan ia sudah istimewa sejak lahir. Memang sudah fitrahnya perempuan itu istimewa. Maka, para pendaku 'pejuang' kesetaraan gender, LSM yang ‘belagu’ seolah memperjuangkan hak-hak perempuan, hakikatnya sedang ngelindur di siang bolong. Ia sedang bermimpi dengan terengah-engah seperti sedang mengangkat beratnya derajat perempuan. Padahal, Allah SWT sendiri sudah mengangkat derajat perempuan mukminah itu. Jadinya, para 'pejuang' kesetaraan gender dan LSM itu seperti sedang menggarami lautan di depan anak-anak nelayan.
Dalam Islam, siapa pun perempuan itu, apalagi seorang istri yang berbakti pada suami, sudah membuka jalan mencapai maqam tertinggi. Tengok saja hadits dari sahabat Abdurrahman bin ‘Auf yang diriwayatkan Imam Ahmad, Nabi SAW menegaskan: Iżā ṣallat al mar'atu khamsahā wa ṣāmat syahrahā wa ḥa ḥafiẓat farjahā wa aṭā`at zauzahā qīla lahā udkhulī al jannata min ayyi abwāb al jannati syi'ti.
Jika seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa di bulan ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mentaati suaminya, (di hari kiamat) dikatakan kepadanya, masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu mau.” |
Saya sedang membicarakan Ibu Nurhidayatiningsih. Di MP, ia dipanggil Bu Ida. Bu Ida mengajar matematika, mengampu ilmu yang dahulu dipopulerkan oleh Abu Ja'far Muhammad ibn Musa Al-Khwarizmi (780-850 M).
Al-Khawarizmi ilmuwan muslim era keemasan Islam, peringkat terdepan dalam jajaran matematikawan sepanjang masa. Ia menyusun karya-karya tertua mengenai aritmatika dan aljabar. Karya-karyanya itu menjadi sumber utama pengetahuan matematika selama berabad-abad di Timur dan Barat. Begitulah Al-Khawarizmi seperti ditulis Steven G. Krantz dalam bukunya An Episodic History of Mathematics Mathematical Culture Through Problem Solving mengutip Mohammad Kahn.
Ibu Ida jelas bukan Al-Khawarizmi. Matematikanya tidak melampaui ilmuan kelahiran Uzbekistan itu. Akan tetapi, Bu Ida sudah menempatkan dirinya sebagaimana fitrahnya perempuan. Boleh jadi, kelak di akhirat sosoknya berada di dalam barisan para perempuan yang kepadanya menggema seruan: “masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang kamu mau”. Masya Allah. Semoga demikian.|
Bu Ida sudah tidak lagi bisa tahu, bahwa ada guru matematika yang lain seangkatannya di MP yang iri kepadanya. Kepada saya ia berkeluh kesah, “apakah jenazah saya bisa sebagus seperti jenazahnya Bu Ida yang saya saksikan setelah kematiannya?” katanya.
Deg!
Sebuah keluhan yang menggetarkan rasa. Rasa jiwa seperti ditonjok. Sebab, semua jiwa akan pulang, menyusul Bu Ida yang sudah tenang. Masalahnya, apakah jiwa-jiwa ini termasuk jiwa-jiwa pilihan yang pulang dengan tenang itu? Jiwa-jiwa yang diseru: "yâ ayyatuhan-nafsul-muthma'innah. irji‘î ilâ rabbiki râdliyatam mardliyyah. fadkhulî fî ‘ibâdî. wadkhulî jannatî."
Sedikit saya berbincang dengan guru matematika yang berkeluh kesah ini. Jadi, kami sama-sama berkeluh kesah soal bagaimana nanti kematian kami masing-masing. Ini dialog yang singkat, tapi kepikiran terus. Pertanda apa ini? Semoga ini bukan keluh kesah biasa yang profan, tapi cermin kesadaran bahwa kami ingin sama-sama meninggalkan dunia dengan legacy kebaikan yang transenden.
Karena sesama perempuan dan guru matematika pula, ia lebih banyak tahu siapa Bu Ida ketimbang saya. Saya hanya mendengarkan saja. Namun, apa yang dikatakannya bertemu sepakat di hati saya. Katanya, Ibu Ida perempuan yang tidak banyak bicara. Kalaupun bicara, tidak semua ia bicarakan kecuali hanya yang penting-penting saja, seperti orang yang banyak tahu, tapi sedikit omong, bukan yang tahu sedikit, tapi banyak omong.
Dalam hati, saya hanya bergumam. Siapa pun orang dengan kepribadian seperti ini, cenderung selamat dan menyelamatkan dirinya dan orang lain.
Lain waktu, dari orang berbeda, saya mendengar cerita tentang kepribadian Bu Ida. Mendengar cerita itu, saya berkesimpulan Bu Ida orang dengan otak dan hati selaras. Bila mendengar berita sumbang tentang seseorang yang ia tahu sifat-sifatnya, Bu Ida tidak mudah percaya. Nalarnya bekerja mengaitkan informasi itu dan mencocokkannya dengan pengalaman empirik, lalu mengambil kesimpulan.
Bisa jadi, memang begitu umumnya karakter guru matematika dengan critical thinking-nya yang kuat. Orang dengan spesifikasi soft skill demikian nalarnya mendahului prasangka. Otaknya bekerja dahulu, baru mengambil kesimpulan, bukan kesimpulan dulu, baru menyusun argumen belakangan.|
Selamat jalan Bu Ida. Semoga engkau rida kembali kepada penciptamu, dan Allah rida menerimamu. Do’a terbaik dari kami para sahabat yang menunggu waktu menyusul.
Depok, usai Maghrib 21 Februari 2025.
Dari teman yang bertemu kali pertama meniti karier di Madrasah Pembangunan.
Dalam hati, saya hanya bergumam. Siapa pun orang dengan kepribadian seperti ini, cenderung selamat dan menyelamatkan dirinya dan orang lain.
Lain waktu, dari orang berbeda, saya mendengar cerita tentang kepribadian Bu Ida. Mendengar cerita itu, saya berkesimpulan Bu Ida orang dengan otak dan hati selaras. Bila mendengar berita sumbang tentang seseorang yang ia tahu sifat-sifatnya, Bu Ida tidak mudah percaya. Nalarnya bekerja mengaitkan informasi itu dan mencocokkannya dengan pengalaman empirik, lalu mengambil kesimpulan.
Bisa jadi, memang begitu umumnya karakter guru matematika dengan critical thinking-nya yang kuat. Orang dengan spesifikasi soft skill demikian nalarnya mendahului prasangka. Otaknya bekerja dahulu, baru mengambil kesimpulan, bukan kesimpulan dulu, baru menyusun argumen belakangan.|
Selamat jalan Bu Ida. Semoga engkau rida kembali kepada penciptamu, dan Allah rida menerimamu. Do’a terbaik dari kami para sahabat yang menunggu waktu menyusul.
Depok, usai Maghrib 21 Februari 2025.
Dari teman yang bertemu kali pertama meniti karier di Madrasah Pembangunan.
0 Comments
Posting Komentar